Seorang anggota Samapta Polres Malang Erryga Angga Romadhon mengaku hampir tewas saat Tragedi Kanjuruhan. Itu terjadi saat dia diperintah untuk mengantar korban ke rumah sakit, tapi dia terus mendapat penyerangan dari para suporter.
"Saya saat itu kondisinya takut mati, Yang Mulia," kata Erryga, di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis (9/2).
Hal itu dia katakan saat menjadi saksi meringankan, tiga polisi terdakwa Tragedi Kanjuruhan, yakni Danki 1 Brimob Polda Jatim AKP Hasdarmawan, Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto dan Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengatakan semua itu dimulai usai wasit meniup peluit panjang laga Arema FC Vs Persebaya Surabaya pada 1 Oktober 2022 lalu.
Aremania, kata dia, mulai merangsek masuk ke lapangan. Pemain dua tim berhasil dievakuasi. Tapi di tengah, terlihat penjaga gawang Arema masih dikerumuni suporter.
"Saat pemain masuk ke loker room ada ketinggalan kiper Arema di tengah lapangan yang dikerumuni suporter. Jadi, kasat samapta lari ke lapangan mengamankan kiper. Saya inisiatif karena kasat samapta tidak pakai tameng, saya menyelamatkan Maringga (kiper Arema) di-backup kasat samapta akhirnya masuk ke loker room, selamat," ucapnya.
Tapi setelah itu, situasi semakin kacau, suporter melakukan pelemparan-pelemparan hingga melukai beberapa anggota Samapta.
Terdakwa AKP Bambang Sidik Achmadi eks Kasat Samapta Polres Malang pun memerintahkannya untuk siaga mengemudikan truk. Ia diminta mengantarkan sebagian korban-korban yang sudah berjatuhan, ke rumah sakit.
"Saya diminta stand by di dalam truk. Saya driver truk. Kemudian saya persiapkan terus maju ke depan, berhenti dulu turun lagi. Saya lihat kapolres, wakapolres membantu Aremania memasukkan korban ke truk saya. Saya sendirian saat itu, polisi yang membawa korban," ujarnya.
Tapi, dia mengaku takut. Pasalnya, situasi belum sepenuhnya terkendali. Di depan matanya masih ada ribuan suporter yang sedang marah hingga membakar kendaraan-kendaraan milik aparat di jalanan sekitar Kanjuruhan.
Erryga mengatakan ada puluhan korban yang ada di bak truknya, mereka tak sadarkan diri. Ada juga dua korban lain, masih sadar duduk di samping kirinya.
"Setelah semua korban naik ke truk, kiri saya dua orang yang saya angkut, saya coba melaju pelan-pelan terus saya dihentikan Aremania. Saya berhenti. Posisi kaca saya kanan tertutup, kiri separuh," ucapnya.
Ketakutan itu makin parah. Dia bahkan sudah pasrah jika harus tewas di tangan suporter malam itu.
Tapi dia harus terus melaju, membawa para korban-korban yang ada di truknya untuk segera mendapatkan penanganan di rumah sakit.
"Terus saya jalan lagi, dalam hati saya, 'mati aku, mati aku'. Ibarat peribahasa Jawa, saya ini ulo marani gepuk. Istilahnya bunuh diri. Sempat terhenti di gerbang yang paling besar, tulisan selamat datang di Stadion Kanjuruhan, terhenti oleh Aremania. Dilempar-lempar tapi tidak sampai pecah. Karena dikira yang di dalam truk polisi, terus saya bilang, saya bawa suporter," katanya.
Dia sempat lolos. Tapi, baru beberapa meter jalan, di depannya sudah ada kendaraan aparat yang dibakar. Truknya kemudian lagi-lagi dilempari paving oleh suporter. Kaca truknya pun pecah, akibat lemparan batu itu.
"Kaca tengah saya pecah. Dilempar paving. Mengenai suporter yang saya bawa benjol. Saya tetap lanjut nyalakan sirine. Itu kesalahan saya akhirnya mengundang massa dan dilempar lagi sampai habis kaca saya. Untung saya masih pakai helm. Kasihan suporter tidak pakai apa-apa," ujarnya.
Hingga akhirnya ia berhasil lolos dari amukan suporter dan keluar area stadion. Dia pun mengantar korban ke rumah sakit.
Tak sempat menurunkan para korban, seingatnya, begitu tiba di RS Wava Husada, ia langsung pingsan setelah sempat sesak napas.
"Saya sampai tidak sempat nurunkan korban, saya pingsan dan sesak. Saya cuma luka lecet di tangan, kena kaca. Saya siuman, yang saya lihat cuma security. Saya minta disembunyikan di pos satpam. Lalu saya ada yang manggil-manggil ternyata propam namanya Pak Tri lalu saya dijemput kembali ke mako," pungkasnya.
(frd/sfr)