Polda Papua mengirimkan 100 personel atau setara 1 Satuan Setingkat Kompi (SSK) ke lokasi kerusuhan di Kampung Sapalek, Wamena, Jayawijaya.
Kabid Humas Polda Papua Kombes Ignatius Benny Prabowo mengatakan pengerahan personel itu dilakukan untuk menjaga keamanan masyarakat pasca-insiden kerusuhan itu.
"Iya kita ada mengerahkan 100 personel dari Jayapura, dari Makosat Brimob. Satu SSK. Hingga saat ini Aparat keamanan masih siaga mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan," ujarnya saat dikonfirmasi CNNIndonesia.com, Jumat (24/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Benny menjelaskan kericuhan yang sempat terjadi pada Kamis (23/2) sekitar pukul 12.30 WIT, berawal dari adanya isu terkait penculikan anak.
Pada saat kejadian itu, Benny menyebut aparat gabungan TNI-Polri telah mencoba melakukan negosiasi agar isu penculikan dapat diselesaikan. Akan tetapi, kata dia, Kapolres Jayawijaya dan anggota gabungan yang berada di lokasi justru diserang menggunakan batu dan panah.
Benny mengaku petugas kemudian telah mengeluarkan tembakan peringatan dengan harapan massa tidak melakukan aksi penyerangan terhadap anggota.
"Massa yang semakin anarkis tersebut tidak mau mendengar himbauan aparat dan tidak mau membubarkan diri saat diberi tembakan peringatan bahkan menyerang Aparat dengan panah," tuturnya.
Akibat bentrokan tersebut, ia mengatakan total terdapat 10 korban tewas. Rinciannya, 2 orang menjadi korban dari massa perusuh, sementara 8 lainnya berasal dari massa perusuh yang ditembak oleh petugas.
Selain itu, terdapat 32 orang korban luka-luka dan 13 rumah serta 2 ruko hangus dibakar oleh kelompok massa aksi.
"Yang 8 itu yang massa perusuhnya yang dilakukan tindakan tugas oleh TNI-Polri," jelasnya.
Kerusuhan di Wamena bukan kali pertama terjadi. Pada 4 April 2003 peristiwa berdarah terjadi di daerah tersebut dipicu tewasnya dua anggota Kodim yang diserang sekelompok orang tak dikenal.
Saat penyelidikan, aparat diduga melakukan penyiksaan, perampasan, dan pengusiran terhadap warga secara paksa. Akibatnya, puluhan orang tewas dan belasan lainnya menjadi korban penangkapan. Tragedi Wamena itu menjadi salah satu pelanggaran HAM di Papua.
Pada September 2019 bentrokan terjadi akibat unjuk rasa siswa di Kota Wamena. Sebanyak 33 Orang dikabarkan tewas dalam bentrok tersebut. 165 rumah. 465 ruko dan 224 mobil serta 150 motor hangus terbakar.
Bentrokan antar warga juga terjadi pada November 2022 menyebabkan pembakaran kios dan kos-kosan dan menyebabkan lima orang luka-luka termasuk polisi. Bentrok ini dilatarbelakangi kasus penganiayaan.
(tfq/ain)