Terpisah, Pengamat dan Praktisi Pendidikan Indra Charismiadji mengaku sudah mengonfirmasi langsung ke Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat terkait keputusan siswa masuk sekolah pagi buta.
Dari klarifikasi tersebut, kata Indra, Viktor mengklaim pelaksanaannya masih bersifat uji coba. Meskipun tujuannya untuk memacu kualitas SDM di NTT, Indra menilai keputusan pemprov itu kurang relevan dan tidak ada kajian akademis.
Selain itu, kebijakan itu juga dinilai minim partisipasi publik dalam hal ini tenaga pendidik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dari sisi tujuan bagus. Tapi ya seperti tipikal pemerintah di era saat ini dalam mengambil langkah, tidak didahului kajian akademis," kata Indra saat dihubungi CNNIndonesia.com.
Menurut Indra, sejauh ini Pemprov NTT tak membeberkan apa saja kajian akademis mereka terkait alasan ilmiah memilih memajukan waktu berangkat sekolah menjadi pukul 05.00 WITA. Ia menilai Viktor hanya mengambil konsep sekolah di asrama atau pesantren.
"Akan sulit mengharapkan sebuah hasil yang dasar dari pembuatan langkah atau kebijakannya pakai wangsit, pakai intuisi, kan susah. Padahal kalau kita bicara teori kebijakan publik, ilmu public policy selalu dimulai dari kajian akademis," imbuhnya.
Indra menilai wacana kebijakan baru itu menunjukkan betapa lemahnya pejabat kebijakan pendidikan dalam memahami pendidikan. Ia menilai Viktor menganggap yang namanya pendidikan itu sama dengan persekolahan.
Ia lantas mengingatkan kepada seluruh pihak untuk kembali pada Tri Pusat Pendidikan yang digagas Ki Hajar Dewantara. Menurut Ki Hajar Dewantara terdapat tiga lingkungan utama yang bertanggung jawab terhadap kelangsungan pendidikan manusia yaitu keluarga atau rumah, lingkungan sekolah, dan masyarakat.
"Nah kalau kebijakan ini kan membawa sekolah ke ranahnya rumah, karena jam lima pagi itu kan ranahnya rumah. Terus mau diganti dengan sekolah ya tidak akan kena dong," kata Indra.
Indra mengatakan ekosistem pendidikan di Indonesia seharusnya dibuat menyenangkan dan tidak terfokus lamanya jam belajar di sekolah.
Ia mencontohkan Finlandia sebagai negara yang dianggap memiliki sistem pendidikan paling baik saja para siswa datang ke sekolah pada pukul 8 atau 9 pagi, dan selesai pada pukul 1 atau 2 siang.
"Jadi seharusnya kalau Pak Gubernur mau meningkatkan kemampuan SDM di NTT yang dilakukan bukan ngotak-ngatik sekolahnya," imbuh Indra.
Indra menyarankan apabila Pemprov ingin merevolusi sistem pendidikan di NTT, maka mereka harus memulai dari konsep ekosistem pendidikan. Kemudian dilanjutkan dengan melahirkan program-program edukasi bagi keluarga dan lingkungan masyarakat.
Dalam lingkup Indonesia pun, Indra menilai masih banyak daerah belum siap.
Dia mencontohkan waktu pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau daring pada masa pandemi Covid-19. Banyak orang tua yang merasa 'kalah' dalam memberikan pendidikan kepada anak mereka secara mandiri.
"Jadi justru problem utamanya bukan keterbatasan, guru, dan lainnya. Tetapi banyak keluarga yang tidak siap mendidik anaknya. Karena rumah orang di Indonesia tidak pernah dijadikan sentra pendidikan," jelasnya.
Dengan demikian, Indra kembali menegaskan mengotak-atik jam berangkat sekolah sudah sangat tak relevan. Sebaiknya, pemerintah memulai dari memperbaiki sistem pendidikan dari fondasi dasar.
"Membangun manusia itu tidak bisa cepat. Jadi kalau ada orang pemerintah yang berpikir membangun manusia sama seperti bikin mie instant ya ngaco," sindir Indra.