Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini menegaskan bahwa mantan narapidana kasus korupsi, Tasdi tidak ada dalam daftar nama staf khusus (Stafsus).
Risma pun mempertanyakan sosok yang menyebarkan informasi penunjukkan Tasdi menjadi Stafsus Mensos.
"Yang ngomong (Tasdi) itu siapa? Enggak ada," kata Risma di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta (14/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mantan Wali Kota Surabaya itu menegaskan Stafsusnya hanya berjumlah lima orang. Kelimanya sudah menemani Risma sejak dilantik sebagai Mensos oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Desember 2020.
Mereka adalah Staf Khusus Menteri Bidang Komunikasi dan Media Massa Don Rozano Sigit Prakoeswa, Staf Khusus Menteri Bidang Pengembangan SDM dan Program Kementerian Suhadi Lili, dan Staf Khusus Menteri Bidang Pemerlu Pelayanan Kessos dan Potensi Sumber Kessos Luhur Budijarso Lulu.
Lalu, Staf Khusus Menteri Bidang Pemberdayaan dan Penanganan Fakir Miskin Doddi Madya Judanto, dan Staf Khusus Menteri Bidang Hubungan dan Kemitraan Lembaga Luar Negeri Faozan Amar.
"Staf khususku mulai dari awal jadi menteri sudah lima. Maksimal itu lima tidak boleh lebih," tegasnya.
Risma mengatakan stafsus yang ditunjuk harus memiliki Surat Keputusan (SK) berdasarkan izin dari Presiden Jokowi. Ia mengatakan tidak ada SK yang menyatakan bahwa Tasdi merupakan Stafsus Mensos.
"(Tasdi) enggak ada SK. Staf khusus itu cuma lima dan itu harus izin presiden, karena eselon 1, standar eselon 1," tandasnya.
Di sisi lain, Risma turut berempati kepada Tasdi yang pernah melakukan tindak pidana korupsi. Kendati demikian, ia mengatakan Kementerian Sosial (Kemensos) harus terus dijaga dan dibenahi.
Menurutnya, tak mudah membenahi sistem yang berjalan di Kemensos. Risma mengaku kerap pulang pada dini hari untuk melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya sebagai seorang Mensos.
"Pastilah saya jaga karena saya membenahinya tidak mudah, tapi dikira gampang. Tiap hari marah sama nangis ini bingung tiap hari," ujar Risma.
"Boleh dicek aku tiap pelantikan, dulunya saya jadi Wali kota hanya ngomong soal 'kamu nanti kalau kamu begitu, nanti kembali kepada anakmu'. Coba sekarang saya di Kementerian Sosial saya sampai ngomong ayat-ayat di Alquran, saya sampai ngomong itu karena itu tidak mudah, pasti akan saya jaga," sambungnya.
Adapun pengangkatan Stafsus menteri dilakukan dengan prosedur mengajukan calon-calon nama kepada Presiden RI melalui surat Menteri Sosial Nomor S.2/MS/A/2/2021 tanggal 9 Februari 2021.
Dalam surat tersebut Mensos lima Stafsus pada masing-masing bidang tugas. Keputusan Mensos No. Orpeg.14B-II-07/2021 tentang Pengangkatan Staf Khusus Menteri, masih berlaku, dan tidak ada perubahan.
Sebelumnya, beredar kabar yang menyebut Tasdi menjadi Stafsus Mensos Risma. Plt Kepala Biro Komunikasi (Kemensos) Romal Uli Jaya Sinaga tak menampik atau membenarkan kabar itu. Namun ia menyampaikan saat ini stafsus Risma berjumlah lima orang.
"Staf khusus Menteri Sosial sesuai dengan Surat Keputusan berjumlah lima orang," kata Roma saat dihubungi, Senin (13/3).
Tasdi pernah menjabat sebagai Bupati Purbalingga sejak 2016 lalu. Pada Juni 2018, kader PDI Perjuangan itu terjaring dalam operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Purbalingga.
Tasdi ditetapkan tersangka bersama empat orang lainnya, yakni Kepala Bagian ULP Pemkab Purbalingga Hadi Iswanto serta tiga pihak swasta Hamdani Kosen, Librata Nababan, dan Ardirawinata Nababan.
Tasdi disebut menerima suap sejumlah Rp100 juta dari penggarap proyek tersebut. Tasdi dan Hadi disebut sebagai penerima suap, sementara Hamdani, Librata, dan Ardirawinata sebagai pemberi suap.
Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Semarang, Tasdi divonis 7 tahun penjara. Ia juga dicabut hak politiknya selama 3 tahun setelah menjalani masa hukuman.
Putusan dibacakan pada Februari 2019. Sejumlah media memberitakan Tasdi bebas bersyarat 7 September 2022.