Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta meralat pernyataan terkait penawaran restorative justice atau keadilan restoratif di kasus penganiayaan Cristalino David Ozora.
Sebelumnya Kepala Kejati DKI Jakarta Reda Mantovani mengatakan pihaknya akan menawarkan pelaksanaan restorative justice kepada kedua pihak dalam perkara tersebut.
Ia mengatakan restorative justice bisa diterapkan jika pihak korban dan tersangka ingin kasus itu diselesaikan secara damai dan proses hukum tidak dilanjutkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami melakukan sesuatu yang sudah ditegaskan pimpinan dan hukum acara. Kami akan tetap tawarkan, masalah dilakukan RJ atau tidak itu tergantung para pihak, khususnya keluarga korban," ujarnya di RS Mayapada, Jakarta Selatan pada Kamis (16/3) malam.
Namun, dalam keterangan terbarunya, Kasie Penkum Kejati DKI Jakarta Ade Softa memastikan tidak ada opsi penghentian penuntutan melalui restorative justice untuk tersangka Mario Dandy Satriyo dan Shane Lukas Rotua Pangodian Lumbantoruan.
"Untuk tersangka Mario Dandy Satriyo dan Shane Lukas Rotua Pangodian Lumbantoruan tertutup peluang untuk diberikan penghentian penuntutan melalui RJ, karena menyebabkan akibat langsung korban sampai saat ini tidak sadar atau luka berat, sehingga ancaman hukumannya lebih dari batas maksimal RJ," ujarnya dalam keterangan tertulis, Jumat (17/3).
Ade menyebut pernyataan yang telah disampaikan Kepala Kejati DKI Jakarta sebelumnya hanya ditujukan kepada pelaku AG yang berkonflik dengan hukum.
Ia menyebut penawaran restorative justice terhadap AG juga dilakukan dengan mempertimbangkan masa depan anak sebagaimana diatur dalam UU Perlindungan Anak.
"Oleh karena perbuatan yang bersangkutan tidak secara langsung melakukan kekerasan terhadap korban," tegasnya.
Kendati demikian apabila korban dan keluarga tetap tidak memberikan upaya damai terhadap pelaku anak AG, ia memastikan Kejati DKI tidak akan melakukan upaya restorative justice di kasus tersebut.
Terakhir, Ade mengatakan kehadiran Kepala Kejati DKI Jakarta dan tim penuntut umum di rumah sakit sebelumnya semata-mata sebagai bentuk empati aparat penegak hukum.
Ia memastikan tidak ada upaya lain seperti memaksakan pelaksanaan restorative justice kepada pihak korban David.
"Semata-mata ungkapan rasa empati sebagai penegak hukum sekaligus memastikan bahwa perbuatan para terdakwa sangat layak untuk diberikan hukuman yang berat," katanya.
Dalam kasus ini, David yang merupakan anak pengurus GP Ansor Jonathan Latumahina mengalami penganiayaan pada akhir Februari lalu.
Polisi menetapkan Mario Dandy dan Shane Lukas sebagai tersangka dalam kasus penganiayaan ini. Keduanya lalu ditahan.
Mario dijerat dengan Pasal 355 KUHP ayat 1 subsider Pasal 354 ayat 1 KUHP subsider 535 ayat 2 KUHP, subsider 351 ayat 2 KUHP. Penyidik juga mengenakan Mario pasal 76c Jo 80 Undang-Undang Perlindungan Anak.
Sedangkan Shane dijerat Pasal 355 ayat 1 Jo Pasal 56 KUHP, subsider 354 ayat 1 Jo 56 KUHP, subsider 353 ayat 2 Jo 56 KUHP, subsider 351 ayat 2 Jo 76c Undang-Undang Perlindungan Anak.
Selain itu, polisi juga telah meningkatkan status perempuan berinisial AG dalam kasus ini sebagai anak yang berkonflik dengan hukum atau pelaku.
Atas perbuatannya, AG dikenakan Pasal 76c Jo Pasal 80 UU PPA dan atau Pasal 355 ayat 1 Jo Pasal 56 KUHP subsider Pasal 354 ayat 1 Jo 56 KUHP subsider 353 ayat 2 Jo Pasal 56 KUHP.
(dis/tfq/isn)