Hidayatullah dan Dakwah Dai ke Pelosok Terpencil
Puluhan pria mengenakan baju jubah berwarna putih lengan panjang dengan peci putih berdiri berjejer di mimbar Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Luqman Al Hakim Hidayatullah, Surabaya pada Agustus 2014 lalu.
Mereka adalah para sarjana di kampus berada di bawah naungan organisasi Hidayatullah tersebut. Mereka nantinya akan dikirim sebagai dai untuk berdakwah di tengah masyarakat ke seluruh pelosok nusantara.
Pada saat itu, tercatat 40 lulusan STAI Luqman Al Hakim Hidayatullah dikirim sebagai dai ke kawasan perintisan dan terpencil di Indonesia setelah lulus. Antara lain Kabupaten Masohi di Maluku Tengah, Kabupaten Biak di Papua, Halmahera Timur, Tual di Maluku serta di Kepulauan Mentawai Sumatra.
Sebelum diterjunkan, para dai selama empat tahun diberikan pendidikan secara formal cara mengajar serta menghadapi masyarakat di lapangan. Sehingga memiliki bekal cukup menjadi pendidik sekaligus dai yang profesional.
Pengiriman para dai-dai itu tak lepas dari tujuan dakwah Islam yang dilakukan organisasi Hidayatullah. Hidayatullah didirikan pada 7 Januari 1973 di Balikpapan, Kalimantan Timur yang pada saat itu masih berupa pesantren.
Cikal bakal organisasi tak lepas dari tokoh bernama oleh Abdullah Said, seorang pendakwah yang tercatat sempat menjadi aktivis Pelajar Islam Indonesia (PII) dan aktivis Pemuda Muhammadiyah. Abdullah Said berpindah dari tanah kelahirannya di Sulawesi Selatan menuju Balikpapan, Kalimantan Timur pada Maret 1970.
Dalam laman resmi Hidayatullah, Abdullah Said membangun pesantren di kawasan Gunung Tambak, Balikpapan, Kalimantan Timur yang diberi nama Pondok Pesantren Hidayatullah yang berarti "Hidayah Allah". Pesantren ini kemudian menjadi pusat kultur Hidayatullah.
Saat ini, pesantren induk Hidayatullah menempati lahan seluas sekitar 120 hektar ini telah berdiri masjid, gedung-gedung sekolah dan perguruan tinggi, aula pertemuan, kantor, guest house, perumahan warga.
Sejak awal pendiriannya, pesantren Hidayatullah Balikpapan berorientasi untuk melahirkan tenaga pendidik yang diharapkan mampu membangun Islam dan bangsa Indonesia.
Kala itu Said sudah rutin mengirimkan santri-santrinya berdakwah ke berbagai daerah di seluruh Indonesia, khususnya daerah-daerah pedalaman dan minoritas Muslim.
Para santri tak sekadar berdakwah, tetapi juga membangun cabang-cabang pesantren Hidayatullah. Pada akhirnya, pesantren Hidayatullah tersebar ke lebih dari 370 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.
Arif Munandar Riswanto dalam bukunya berjudul Buku Pintar Islam (2010) mengatakan keberadaan santri dan dai Hidayatullah di berbagai tempat sebagai upaya meluaskan jangkauan agar mampu menyentuh serta melayani seluruh lapisan umat.
Guna meningkatkan kualitas dai, Hidayatullah mendirikan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen (STIM) Hidayatullah di Depok, Sekolah Tinggi Agama Islam Lukman Al-Hakim (STAIL) di Surabaya, dan Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Hidayatullah (STIS) di Balikpapan.
Lembaga pendidikan ini dibentuk sebagai wadah pengkaderan dai. Karena profesi dai lebih cenderung kepada pengabdian, Hidayatullah memberikan beasiswa penuh (biaya pendidikan dan biaya hidup) bagi mahasiswa kampus-kampus tersebut dengan pola ikatan dinas. Setelah lulus, para sarjana ini akan ditugaskan sebagai dai di seluruh Indonesia.
Lembaga pendidikan kader dai yang dimulai sejak 1998 itu telah menghasilkan banyak lulusan dai dan telah dikirimkan ke berbagai daerah. Setiap tahun, Hidayatullah mengirimkan ratusan dai dengan gelar sarjana ke berbagai daerah di Indonesia.
Lihat Juga : |
Melalui Musyawarah Nasional pertama tanggal 9-13 Juli 2000 di Balikpapan, Kalimantan Timur, Hidayatullah secara resmi mengubah bentuknya dari organisasi sosial menjadi organisasi kemasyarakatan (ormas).
Guna menegaskan misinya di bidang dakwah, Hidayatullah membentuk lembaga amal usaha bernama Persaudaraan Dai Indonesia (Posdai). Dalam laman resmi Posdai, lembaga ini menaungi kiprah para dai yang tersebar di seluruh Nusantara.
Hadirnya lembaga ini untuk membantu masyarakat membutuhkan bimbingan dalam Islam, terutama mereka yang berada di wilayah pedalaman, terpencil, miskin sumberdaya, minoritas Muslim, wilayah konflik dan bencana alam.
Lembaga yang memiliki slogan 'Bersama Dai, Membangun Negeri' ini mengajak umat bersama-sama membangun negeri sekaligus menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Posdai ini juga melakukan advokasi, pelatihan hingga penggalian dana untuk mendukung pelaksanaan kegiatan dakwah sekaligus mendukung kegiatan operasional dai di daerah terpencil.