Memulas
Kenangan

Oleh:

Safir Makki
Please rotate your device for better experience

Di suatu pagi di hari Minggu, telepon genggam Julia berdering. Ia bergegas menyapa sang penelepon dengan ramah. "Bisa, lokasinya di mana? Almarhum sudah dimandikan dan diformalinkan belum?" kata Julia merespons telepon tersebut.

Panggilan itu membuat Julia memoles muka secepatnya, membungkus makanan cemilan dan bergegas menuju mobil. Dari Cileungsi, Kabupaten Bogor, dia harus segera melaju ke kawasan Pluit.

Perempuan bernama lengkap Juliawati ini merupakan seorang make-up artist profesional. Namun perempuan kelahiran Pati ini bukan merias sosok manusia, melainkan jenazah.

Banyak yang menganggap profesi perias jenazah sebagai pekerjaan yang tak lazim. Padahal, mempercantik jenazah untuk meninggalkan kenangan yang baik buat keluarga adalah hal yang penting bagi umat Kristiani dan umat Budha.

Tak ayal profesinya membuat perempuan yang pernah menjadi penjahit dan perancang busana ini berkutat dengan kamar jenazah atau rumah duka.

Julia menyadari yang ia lakukan bukan sekadar profesi yang dijadikan sebagai mata pencaharian. Ia punya komitmen untuk tetap menjalani fungsi sosial dan pelayanan.

Baginya riasan jenazah harus memberikan kesan orang tersebut tengah tertidur lelap dengan tenang, sehingga keluarga yang ditinggalkan tidak larut dalam kesedihan.

Merias jenazah tidak segampang merias wajah pada umumnya. Tidak bisa meminta menggerakan kepala jenazah sesuai yang kita inginkan.

Belum lagi, jenazah yang sudah meninggal lebih dari dua jam atau yang sudah diformalin, memiliki tekstur kulit yang sudah mengeras dan kaku.

Ini menjadi tantangan Julia. Apalagi ketika kosmetik atau bahan make-up tidak bisa digunakan secara sempurna saat kulit wajah dan sekitarnya mulai mengeras.

Julia memasang harga Rp1-3 juta untuk tiap kali merias jenazah, di luar memandikan dan memasangkan baju, sebagai pengganti transport, make-up, serta uang jasa. Namun, kalau ada keluarga yang tidak mampu, ia bisa menggratiskan.

Julia memang tak sungkan membantu orang-orang dalam pelayanan kedukaan. Ia juga pernah memandikan jenazah hingga mengkafani tetangganya yang muslim saat masih tinggal di kampung.

Profesi sebagai perias jenazah sendiri sudah dua tahun ia jalani. Dengan rinci ia mencatat kebutuhan dan permintaan keluarga.

Julia menyadari bahwa ia lakukan bukan sekedar profesi yang dijadikan sebagai mata pencaharian, Ia punya komitmen untuk tetap menjalani fungsi sosial dan pelayanan.

Selain merawat keluarga dan menjalankan profesi, Julia juga aktif dalam kegiatan sosial dan pelayanan di gereja. Baginya kebaikan menjadi nomor satu, dan materi akan mengikuti.

Dan dari tangan Julia inilah lahir kenangan terakhir untuk keluarga yang melepas orang terkasih. Membantu mereka mengingat almarhum dalam keadaan terbaiknya.