FIFA telah membatalkan Indonesia sebagai tuan rumah dalam gelaran Piala Dunia U-20 2023 yang sejatinya akan digelar pada Mei mendatang.
Dibatalkannya Indonesia sebagai status tuan rumah oleh FIFA tak lepas dari penolakan sejumlah pihak di Indonesia atas rencana kedatangan Timnas Israel U-20 sebagai salah satu peserta putaran final Piala Dunia U-20.
Sebelumnya enam daerah akan menjadi tuan rumah gelaran Piala Dunia U-20 di Indonesia, termasuk Jakarta, Solo, dan Bali. Keenam kepala daerah yang mewakili telah sepakat dengan menandatangani Host City Agreement.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Akan tetapi, belakangan mendekati penyelenggaraan Piala Dunia U-20, Gubernur Bali I Wayan Koster dan Gubernur Jawa Tengah menyatakan penolakan terhadap kedatangan timnas Israel itu.
Buntut dari penolakan tersebut, FIFA mencabut status tuan rumah Indonesia dan Timnas Garuda muda gagal tampil. Padahal pemerintah Indonesia sudah menggelontorkan ratusan miliar rupiah guna dalam mempersiapkan helatan akbar tersebut.
Pro dan kontra warga pun beredar membicarakan batalnya gelaran Piala Dunia U-20 itu di Indonesia, baik pendapat yang dilontarkan di media sosial hingga 'obrolan warung kopi'.
Lihat Juga : |
Salah satu warga di Jakarta Timur, Ardian Lestaluhu (21) mengaku kecewa dengan batalnya Piala Dunia U-20 di Indonesia. Bukan hanya itu, dia pun mengaku kecewa karena tu terjadi setelah diduga urusan politik yang membuat kejuaraan bal-balan dunia itu batal digelar di Indonesia.
"Banyak dari pihak yang kayak apa ya, kayak partai dan pejabat menolak Israel datang ke Piala Dunia [U-20]," ujarnya saat ditemui CNNIndonesia.com di Pulomas, Jakarta Timur, Jumat (31/3).
Dicabutnya status Indonesia sebagai tuan rumah, menurutnya berdampak kepada pemain muda timnas yang ingin merasakan atmosfer dan unjuk kemampuan di kasta tertinggi sepakbola.
"Kan masih banyak pemain muda yang ingin berkembang, yang ingin menunjukkan untuk membanggakan Indonesia. Berefeknya kan ke bibit muda kita," katanya.
![]() |
Kekecewaan juga disampaikan Ade (28), seorang mahasiswa jurusan olahraga di Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Rawamangun, Jakarta Timur. Dia mengaku turut merasakan kesedihan apa yang sedang dirasakan pemain muda Timnas Indonesia yang gagal tampil di Piala Dunia U-20.
"Sangat kecewa, kasihan adik-adik yang sudah berjuang, ngerelain waktunya, ngeluarin tenaganya, yang sudah berjuang mati-matian buat ngebela bangsa dan negara," tuturnya.
Ade sangat menyayangkan hal tersebut, pasalnya kesempatan emas bagi pemain timnas untuk unjuk gigi di sepakbola internasional kandas. Ia juga menyinggung persoalan politik yang dianggapnya menyebabkan batalnya gelaran ini.
"Bahwasanya sepakbola jangan sampai dikaitkan dengan politik, olahraga itu mempersatukan. Politik itu kan mementingkan ego kan," katanya.
![]() |
Sementara itu, Irin (50) berharap batalnya jadi tuan rumah itu tak berdampak buruk bagi perkembangan prestasi sepak bola dan timnas Indonesia.
Ia juga berharap agar kedepannya sepakbola tanah air menunjukkan kemajuan dan memiliki daya saing.
"Enggak boleh ngedog-ngendog gitu aja. Harus maju, masih aja di bawah jauh sama yang laen," kata pria yang sehari-harinya mencari nafkah sebagai pedagang itu.
Dia tak memungkiri turut merasakan kekecewaan ketika Indonesia batal jadi tuan rumah Piala Dunia U-20. Dia pun mengkritisi pembatalan itu justru karena polah para politikus dan elite nasional.
"Kalau saya, kecewa banget tuh, harusnya ada (Piala Dunia U-20 di Indonesia)," katanya.
"Saya kecewa gara-gara masalah Israel itu, kenapa enggak jadi. Padahal pisahin aja tuh, politik ya politik, sepakbola ya bola," imbuhnya.
Lihat Juga : |
Pendapat senada diungkap Diah (20). Dia yang merupakan seorang mahasiswi di fakultas olahraga UNJ itu menyayangkan gelaran Piala Dunia U-20 batal di Indonesia karena persoalan politik. Meskipun demikian, dia menilai memang sulit menihilkan politik dari gelaran olahraga, terutama di Indonesia.
"Kalau menurut saya sih, harusnya kalau bisa jangan dicampur sama politik-politik gitu, soalnya banyak kepentingan ya. Tapi ya gimana banyak kepentingan ya di Indonesia juga, banyak banget politiknya," kata Diah.
"Tapi susah juga buat ngilangin politik dari olahraga itu, dari institusi-institusi yang di atas itu masih kentel banget politiknya," sambungnya.
Ia pun menyanyangkan mubazirnya persiapan hingga anggaran yang sudah digelontorkan untuk menghadapi Piala Dunia U-20 di Indonesia.
"Sangat disayangkan, soalnya persiapan untuk jadi tuan rumah itu lama banget kan. Terus udah abis trilunan juga negara kan pasti, sudah ngebangun-bangun," katanya.
"Apalagi teman-teman dari Timnas U20 indonesia jadi enggak bermain di Piala Dunia. Padahal itu kan cita-cita yang sangat besar buat jam terbang mereka juga," imbuhnya.
![]() |
Indonesia gagal menjadi tuan rumah putaran final Piala Dunia U-20 setelah gelombang penolakan kehadiran Timnas Israel U-20 menguat. Penolakan datang termasuk juga dari sejumlah kelompok, kepala daerah, hingga partai politik yang notabene bagian dari koalisi pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin.
Presiden Jokowi padahal sudah tegas meminta olahraga tak dikaitkan dengan politik karena FIFA memiliki aturan sendiri atas negara-negara yang berpartisipasi dalam putaran final Piala Dunia U-20.
Dia pun mengutus Ketua Umum PSSI Erick Thohir untuk melobi langsung FIFA melalui presidennya, Gianni Infantino. Namun, hasil buruk tetap didapat. FIFA memutuskan membatalkan Indonesia jadi tuan rumah karena perkembangan situasi terkini (current circumstances).
Jokowi akhirnya menyatakan kekecewaan dan kesedihannya atas keputusan FIFA membatalkan penyelenggaraan Piala Dunia U-20 2023 di Indonesia. Ia ingin momentum 'kegagalan' itu menjadi pembelajaran penting untuk sepak bola Indonesia pada masa yang akan datang.
"Saya tahu keputusan [FIFA] ini membuat banyak masyarakat kecewa. Saya pun sama juga merasakan hal itu. Kecewa dan sedih." kata Jokowi dalam pernyataan resminya, Kamis (30/3).
Meskipun demikian dia meminta semua pihak untuk tidak saling menyalahkan setelah Piala Dunia U-20 batal digelar di Indonesia. Jokowi menyadari banyak masyarakat kecewa dengan keputusan ini. Namun, ia tak ingin momen ini justru menjadi ajang saling menyalahkan.
"Jangan menghabiskan energi untuk saling menyalahkan satu sama lain. Sebagai bangsa yang besar, kita harus melihat ke depan, jangan melihat ke belakang," kata Jokowi.
(pan/kid)