Arifki berpandangan calon presiden yang diusung oleh koalisi besar ini nantinya sesuai keinginan dan restu Jokowi. Menurutnya, siapun capres dari koalisi ini pasti orang Jokowi.
"KIB dan KKIR dianggap narasi dimainkan oleh Jokowi sebagai 'all president man'. Jokowi ingin dorong capres-capres yang memang orang presiden," kata dia.
Jokowi, kata Arifki, ingin ada yang melanjutkan program dan kebijakan yang dibuatnya. Menurutnya, berbagai progam yang telah dicanangkan Jokowi akan sulit diteruskan jika capres atau cawapres bukan dari barisan Jokowi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dengan begitu dia beri ruang cukup besar pada figur-figur yang mampu melanjutkan dan mewariskan beberapa perjuangan dan program Jokowi pasca 2024," kata Arifki.
Lebih lanjut, Arifki menilai kemungkinan Jokowi akan mendukung Prabowo sebagai capres. Menurutnya, Prabowo merupakan representasi dari KKIR dan belakangan ini terlihat makin mesra dengan mengajaknya kunjungan kerja ke pelbagai kota.
Sementara sosok cawapres yang diusung berasal dari kalangan KIB, antara Golkar, PAN dan PKB.
"Jokowi kan sempat endorse Ganjar dan Prabowo. Dengan kasus Ganjar blunder menolak Israel di Piala Dunia U-20, ini akan mengarah kepada Prabowo sebagai Capresnya. Bisa saja wakilnya dari KIB, Airlangga atau siapapun," kata dia.
"Bila skema ini yang diinginkan oleh Jokowi, kemungkinan koalisi ini mempersiapkan 2024, apakah melawan kubunya PDIP atau koalisi perubahan," tambahnya.
Senada, Peneliti politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wasisto Raharjo Jati berpandangan potensi terbentuknya koalisi besar kemungkinan terwujud usai Jokowi hadir dalam pertemuan.
Ia melihat Jokowi punya kepentingan agar capres-cawapres yang direstuinya nanti bisa melanjutkan pelbagai kebijakan yang sudah dikerjakannya saat ini.
"Motifnya sepertinya lebih pada upaya melanjutkan legasi pemerintahan sekarang yang belum selesai itu bisa diperjuangkan di periode berikutnya," kata Wasisto.
Di sisi lain pengamat politik Universitas Esa Unggul M. Jamiluddin Ritonga menilai peluang koalisi besar terwujud semakin besar usai pertemuan Jokowi dengan lima ketum parpol.
"Peluang koalisi besar akan terwujud semakin besar. Terlihat mendapat respon baik dari Presiden Joko Widodo saat bertemu Ketua Umum Gerindra, Golkar, PKB, PAN, dan PPP," kata Jamiluddin, Minggu (2/4).
Jamiluddin menilai ada plus dan minusnya bila koalisi besar terbentuk. Kelebihannya pasangan capres yang diusung berpeluang hanya dua untuk menghemat anggaran negara. Ini kemungkinan terjadi bila PDIP merapat ke koalisi Golkar dkk untuk menghadapi Koalisi Perubahan untuk Persatuan yang mengusung Anies Baswedan.
"Kalau hal ini terwujud, maka Pilpres 2024 cukup satu putaran dan bisa menghemat anggaran negara," katanya.
Namun, kata Jamiluddin, rakyat tak mendapat alternaitf calon pemimpin sebagai capres. Menurutnya, demokrasi diharapkan memberi lebih banyak pilihan, apalagi masyarakat Indonesia yang begitu heterogen.
Selain itu, Jamilanjutnya, bila koalisi besar menang pada Pilpres 2024, dominasi partai pendukung pemerintah nantinya juga sangat kuat.
"Konsekuensinya, ini dapat memperlemah DPR dalam pengawasan, seperti yang terjadi saat ini," ujarnya.
(rzr/fra)