Jalan Cadas Pangeran nan legendaris. Perlintasan sepanjang 1,6 kilometer menuju gerbang Kota Sumedang. Jalanan berliku yang diimpit jurang dan tebing.
Dikenal angker, kadang disebut Alas Roban-nya Jawa Barat. Warga sekitar mengaku banyak mendengar cerita menakutkan ketika melintasi jalan ini. Sebuah daerah yang dikenal juga sebagai lokasi 'pembuangan' mayat kala 'Petrus' di tahun 80-an.
Sejarah mencatat Cadas Pangeran termasuk dalam proyek Jalan Raya Pos Anyer-Panarukan yang digagas oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda Herman Willem Daendels pada 1809.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pramoedya Ananta Toer dalam "Jalan Raya Pos, Jalan Daendels" menyebut dalam pembuatannya jalanan ini menelan ribuan korban jiwa.
![]() |
"Dalam pembikinan jalan inilah untuk pertama kali ada angka jumlah kurban yang jatuh 5.000 orang," tulis Pram.
Nama Cadas Pangeran diambil dari nama Bupati Sumedang, Pangeran Kusumadinata IX atau yang lebih dikenal sebagai Pangeran Kornel. Namanya dikenang lantaran menurut cerita rakyatnya, ia berani menghadap Daendels yang tengah menginspeksi proyek ke Sumedang.
Ia menyambut kedatangan Daendels itu dengan menyalaminya menggunakan tangan kiri, sedangkan tangan kanannya memegang hulu keris Nagasasra. Kini, keris Nagasasra milik Pangeran Kornel itu pun masih tersimpan rapi di Museum Prabu Geusan Ulun.
Masih dalam tutur orang tua terdahulu, pada pertemuan itu konon Pangeran Kornel menyampaikan kepada Daendels bahwa pembangunan di wilayah itu memang sukar dilaksanakan. Kepada Daendels, Pangeran Kornel menegaskan siap membela habis-habisan rakyat jika proyek itu tetap dilakukan.
Radya Anom Keraton Sumedang Larang, Raden Luky Djohari Soemawilaga, menyebut kala itu Pangeran Kornel tidak gentar atas Daendels.
"Singkat cerita, Daendels kan terkenal sebagai Mas Galak, kejam. Mendengar ujaran dari Pangeran Kornel, kena aura kharismatik yang lebih kuat akhirnya Jenderal Daendels ini menerima penjelasan," ujar dia ketika ditemui CNNIndonesia.com di Sumedang, Rabu (22/3).
Pertemuan keduanya itu sangat heroik dan menjadi kebanggaan bagi masyarakat Sumedang sampai akhirnya diabadikan menjadi monumen di Cadas Pangeran. Kendati begitu, Luky pun mengaku masih belum memiliki bukti sejarah kuat yang membuktikan pertemuan antara keduanya itu benar-benar terjadi.
"Kebanyakan cerita folklore yang turun temurun," kata Luky.
Guru Besar Sejarah Universitas Indonesia, Djoko Marihandono punya perspektif lain melihat konstruksi sejarah itu. Ia juga meragukan cerita pertemuan kedua tokoh itu.
Menurutnya, dalam tradisi kolonial, peristiwa kedatangan Gubernur jenderal ke suatu daerah akan dicatat secara lengkap. Namun, tidak ada arsip yang mencatatkan pertemuan antara Pangeran Kornel dengan Daendels itu.
"Peristiwa pertemuan Gubernur Jenderal Daendels dan Pangeran Kusumadinata IX tidak tertulis dalam arsip mana pun, termasuk juga dalam laporan Daendels sendiri kepada Menteri Perdagangan dan Koloni Van der Heim," tulisnya dalam Mendekonstruksi Mitos Pembangunan Jalan Raya Cadas Pangeran 1808: Komparasi Sejarah dan Tradisi Lisan.
Menurut Djoko, data yang menjadi bukti utama dari pertemuan itu ialah prasasti yang diyakini dibuat oleh pemerintah Belanda yang pada intinya memuat informasi pembuatan jalan jalur Parakanmuncang ke Sumedang.
![]() |
Prasasti itu berada di jalan atas Cadas Pangeran. Prasasti itu terletak di sebelah kanan tidak jauh sebelum jalan Cadas Pangeran kembali menyatu.
"Di bawah pimpinan Raden Demang Mangkoepradja dan di bawah Penelitian Pangeran Koesoemadinata, dibuat pada tahun 1811, dibobok dari tanggal 26 November sampai tanggal 12 Maret 1812," tulis prasasti itu.
Tanggal di prasasti itu merujuk pada masa kepemimpinan Pangeran Kornel sebagai bupati. Namun, masa itu bukanlah lagi masa kepemimpinan Daendels, melainkan tahun pertama kepemimpinan Raffles di tanah Jawa.
Sehingga, Djoko menyebut pertemuan Pangeran Kornel itu bisa saja dengan Raffles. Namun, arsip pemerintah Inggris pun tidak pernah mencatat kunjungan Raffles ke daerah Priangan dalam tahun pertama kepemimpinannya.
Selain itu, disebutkan juga Raffles kala itu belum berfokus pada bidang ekonomi dan infrastruktur. Ia lebih memilih untuk menjalin hubungan dengan para penguasa pribumi.
"Akibatnya, kemungkinan besar yang bisa diduga adalah bahwa pejabat yang bertemu dengan Pangeran Kusumadinata di Cadas Pangeran hanya seorang pejabat tinggi Inggris yang ditugasi untuk mengawasi proyek perluasan jalan yang ada," ucap Djoko.
![]() |