Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang meminta Dewan Pengawas (Dewas) KPK bekerja profesional, transparan, akuntabel, dan berintegritas dalam menangani dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Firli Bahuri.
"Supaya Indonesia bisa terselamatkan dan marwah KPK kembali ke tempat semula bahwa dia adalah benar-benar penegak hukum anti korupsi yang transparan, akuntabel, berintegritas dan bisa bertanggung jawab terhadap masyarakat secara terbuka," kata Saut dalam acara Indonesia Forward di CNN Indonesia TV, dikutip Selasa (11/4).
Saut Situmorang bersama 56 orang melaporkan Ketua KPK Firli Bahuri ke Dewas KPK atas dugaan pelanggaran etik dan pidana. Dugaan pelanggaran etik dan pidana itu berkaitan dengan kebocoran dokumen hasil penyelidikan di Kementerian ESDM, pemecatan Direktur Penyelidikan KPK Endar Priantoro hingga pemaksaan kasus Formula E.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saut mengatakan, Dewas KPK menyampaikan bakal mendalami dugaan pelanggaran kode etik Ketua KPK Firli Bahuri, tidak dengan pelanggaran pidananya. Hal ini yang pernah dilakukan Dewas KPK kepada komisioner KPK yang melanggar etik.
"Soal etiknya mereka akan dalami tapi soal pidananya dia selalu mengatakan sama dengan kasus LPS (Lili Pintauli Siregar) sebelumnya, sudah jelas menerima gratifikasi itu berlalu begitu saja," kata Saut.
Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean, kata dia, bakal memanggil Saut dan mantan pimpinan KPK lainnya untuk dimintai keterangan. Adapun sejumlah eks pimpinan KPK seperti Abraham Samad, Bambang Widjojanto ikut melaporkan ke Dewas KPK.
"Cuman tadi saya bertanya, ini tukang pos atau dia mengawasi. Kalau mengawasi kan enggak musti ada pengaduan dari kita. Enggak musti kita datang ke sana juga dia supaya panggil Ketuanya. Itu tugas dia, anda digaji untuk itu. 'Ini apa ini berisik amat ini'," kata Saut.
Dalam kesempatan ini Saut Situmorang meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hal ini untuk menyelesaikan dan menangkal polemik yang terjadi di Lembaga antirasuah dengan cepat. Dewas KPK, kata Saut, akan dapat bekerja objektif dengan Perppu tersebut.
Saut mengatakan Jokowi masih memiliki beberapa bulan untuk membuat Perppu sebelum masa jabatannya habis.
"Saya pikir kalau memang mau objektif mumpung kalau presidennya nonton tv, sudah buat Perppu aja kalau mau cepat. Balik lagi ke Undang-undang KPK sebelumnya supaya cepat," kata Saut.
"Mumpung dia belum selesai, beberapa bulan lagi buat Perppu ini beres nih, di-Perppu-in beres," Saut menegaskan.
Saut membandingkan proses pelanggaran kode etik di Dewas KPK pada masa dia menjabat dengan masa sekarang. Saut menceritakan kala itu ia diperiksa Dewas lantaran melanggar kode etik.
Ia diperiksa sembilan orang, delapan orang berasal dari pihak eksternal dan satu anggota Dewas KPK. Hal yang sama juga dialami mantan pimpinan KPK Abraham Samad
Saut berpendapat Dewas KPK perlu melibatkan pihak eksternal dalam memproses pelanggaran kode etik, sehingga penilaian lebih objektif.
"Tadi diceritakan juga Pak Abraham Samad pernah diperiksa itu Ketua Komisi Etiknya dari luar namanya Anies Baswedan. Gue salah ngomong itu gapapa itu bukti. Jadi artinya gini bila perlu dari orang luar ini supaya dia bisa bicara objektif," ujarnya.
Hal tersebut disampaikan sebab Dewas KPK saat ini hanya mengandalkan anggotanya, tanpa melibatkan pihak eksternal, saat melakukan pemeriksaan internal.
Dalam kondisi seperti itu, Dewas KPK sempat menyebut kasus dugaan gratifikasi mantan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar bukan sebuah permasalahan.
"Sekarang enggak akan, orangnya di dalem. Dewas itu dari dalam, mereka bagian dari masalah. Enggak masalah kalau dibilang kasus LPS (Lili Pintauli Siregar). Masalah itu kasus LPS," kata Saut.
(inh)