Anggota Komisi III Sarufuddin Sudding menyoroti soal dugaan pencucian uang di balik transaksi janggal Rp349 triliun dan transaksi Rp189 triliun berbentuk emas batangan di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Ia menyarankan untuk membentuk hak angket atau panitia khusus (pansus).
"Saya kira lebih tepat diselesaikan lewat hak angket dan membentuk pansus," ujar Sudding dalam Rapat Kerja dengan Menkopolhukam Mahfud MD di Komisi III DPR RI, Selasa (11/4).
Ia kemudian menanyakan usul itu langsung ke Kabareskrim Komjen Agus Andrianto dan Mahfud MD yang hadir dalam rapat. Mahfud MD pun mengangguk setuju terkait usulan itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pak Menko setuju. Kita bentuk hak angket atau pansus supaya kita bisa lakukan proses penyelidikan menyangkut Rp349 dan Rp189 triliun ini," kata dia.
Menurutnya, besar potensi untuk lepas dari tuntutan hukum jika pencucian uang berbentuk kepabeanan dalam proses pengadilan. Padahal, kata dia, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan aparat penegak hukum mudah untuk menelusuri kasus tersebut.
"Pak Kaberskrim dan KPK menelusuri tentang illegal mining ini sangat mudah Pak, dari mana mereka dapatkan emas yang diekspor dalam bentuk perhiasan," ucapnya.
Atas dasar itu, ia juga mendorong aparat penegak hukum menelusuri soal 9 entitas perusahaan dan 5 wajib pajak perorangan menyangkut illegal mining diduga di lingkungan Kemenkeu.
Anggota Komisi III DPR Benny K Harman mempertanyakan status transaksi Rp349 triliun masuk ke dalam transaksi mencurigakan atau uang hasil tindak pidana.
"Kami ingin tanya, yang disampaikan Kepala PPATK dan Ketua Komite TPPU ini. Kalau ini merupakan transaksi keuangan yang ditengarai mencurigakan, tentu akan ditindaklanjuti dengan analisa dan penindakan," tuturnya.
Akan tetapi, nominal uang tersebut bisa menjadi masalah kalau merupakan pencucian uang atau hasil tindak pidana.
"Lalu apa tindak pidananya? Ini bukan soal data lagi, yang lebih penting bagi kami adalah sumber transaksi keuangan mencurigakan itu apa saja dan apa modusnya?" ucapnya.
Benny juga menilai penjelasan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang turut memberi pemaparan di Komisi III DPR RI belum terang. Benny menyoroti penjelasan Sri Mulyani yang tiba-tiba memberikan sanksi terhadap pegawainya. Dia lantas mempertanyakan apakah uang Rp349 triliun tersebut merupakan tindak pidana.
"Langkah menjatuhkan sanksi berdasarkan UU ASN itu apa kelanjutannya? Ini tindak pidana pencucian uang atau bagaimana? Kok tiba-tiba (memberi sanksi)?" kata dia.
Padahal, menurutnya, para pelaku tindak pidana seharusnya diberikan hukuman, tidak hanya diberi sanksi disiplin seperti yang diterapkan Sri Mulyani.
Anggota Komisi III DPR RI dari PDIP Johan Budi usul melibatkan KPK untuk menuntaskan polemik Rp189 triliun berupa emas batangan hingga transaksi Rp349 T.
"Saya usul kalau bisa yang Rp189 Triliun itu, kalau ada data perlu diserahkan ke KPK, karena ini bukan angka yang kecil," tuturnya.
Menurut Johan Budi, tenaga Mahfud MD dan satgas yang akan dibentuk tidak akan sanggup membongkar dana ratusan triliunan tersebut tanpa bantuan lembaga lain.