Badan Anggaran (Banggar) DPR meminta PPATK dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berbenah soal perbedaan rincian data dugaan TPPU senilai Rp394 triliun.
Ketua Banggar DPR Said Abdullah mengaku heran rincian data kedua lembaga bisa berbeda dalam kasus tersebut. Menurutnya, data yang dirilis Kemenkeu lebih mendetail ketimbang data yang dikeluarkan PPATK.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Namun paparan keduanya menyisakan pertanyaan, kenapa tidak dilakukan konsolidasi data terlebih dahulu ke dalam, menyangkut klasifikasi dalam membagi tipologi kasusnya dari total transaksi Rp349 triliun tersebut," kata Said di Kompleks Parlemen, Rabu (12/4).
Perbedaan data tersebut merujuk pada rincian total dugaan TPPU senilai Rp349 triliun di Kementerian Keuangan.
Dalam data yang dirilis PPATK, kata Said, total Rp349 triliun dibagi dalam tiga kelompok, yakni transaksi mencurigakan pegawai Kemenkeu senilai Rp35,5 triliun, transaksi Rp53,8 triliun yang melibatkan pegawai Kemenkeu dan pihak lain, dan transaksi mencurigakan sebesar Rp260,5 triliun terkait kewenangan.
Sedangkan dalam data Kemenkeu, meski angka Rp349 triliun juga dibagi dalam tiga bagian, perincian lebih mendetail. Ia mencontohkan, seperti ada transaksi soal debit kredit pegawai, korporasi, hingga surat-surat Kemenkeu kepada korporasi.
"Terlihat pihak Kemenkeu lebih merinci dari klarifikasi data ketimbang PPATK," kata Said.
Oleh sebab itu, Said mempertanyakan perbedaan rincian data dan menilai hal itu membingungkan publik karena tak ada data yang bisa jadi pegangan utama.
"Perbedaan klarifikasi, jumlah, dan nomenklatur ini menyulitkan terbentuknya data tunggal sebagai pegangan, baik untuk kepentingan internal pemerintah sendiri apalagi untuk pihak lain seperti DPR atau aparat penegak hukum," katanya.
Said pun meminta Ketua Komite Pencegahan TPPU sekaligus Menko Polhukam Mahfud MD menyelesaikan perbedaan data di antara Kemenkeu dan PPATK.
"Kesepahaman ini sangat penting agar memudahkan para pihak melakukan langkah langkah tindak lanjut," kata dia.
Sebelumnya Komisi III DPR telah beberapa kali menggelar rapat untuk membahas temuan transaksi janggal senilai Rp349 triliun itu bersama pemerintah. Rapat terakhir digelar pada Selasa (11/4).
Pada kesempatan itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Mahfud MD hadir. Salah satu anggota Komisi III mengusulkan pembentukan panitia khusus (pansus) untuk menuntaskan kasus itu.
(thr/chri)