ANALISIS

Restu Jokowi dan Koalisi Besar Pilpres 2024 yang Problematik

CNN Indonesia
Kamis, 13 Apr 2023 07:35 WIB
Jokowi anggap koalisi besar di Pilpres 2024 sudah cocok. Arsip PAN
Jakarta, CNN Indonesia --

Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto mengklaim lima partai di koalisi pemerintah saat ini telah bersepakat membentuk poros koalisi besar di Pemilihan Presiden atau Pilpres 2024 mendatang.

Wacana itu disampaikan Prabowo usai jamuan buka puasa bersama di kantor DPP PAN, Jakarta Selatan, Minggu (2/4). Dalam pertemuan itu Presiden Joko Widodo ikut hadir. Kala itu, Jokowi menyinggung koalisi besar jelang Pemilu 2024 sudah cocok.

Sejumlah pihak optimis dengan pembentukan poros koalisi besar di Pilpres. Meski sebagian ragu, sebab koalisi besar membuat pengambilan keputusan soal memilih calon presiden (capres) bakal semakin rumit.

"Orang kami berdua aja [Gerindra PKB] aja kesulitan memutuskan, apalagi berlima," kata Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid di Jakarta.

Selain keresahan dari PKB, Wakil Ketua Umum Partai Golkar Nurdin Halid juga menyinggung soal rencana PDIP yang akan bergabung dengan koalisi besar namun dengan syarat dapat posisi capres. Menurut Nurdin, koalisi besar akan semakin sulit menentukan capres kalau PDIP merapat.

Diklaim Prabowo, koalisi besar telah disepakati lima partai koalisi, yakni Gerindra, PKB, Golkar, PAN, dan PPP. Lima partai itu merupakan peleburan dari dua poros koalisi yang telah dideklarasikan sebelumnya sejak 2022 lalu.

Namun begitu, koalisi besar di Pilpres 2024 dinilai akan sulit terbentuk. Direktur Eksekutif Voxpol Center, Pangi Syarwi Chaniago menyebut poros koalisi besar hanya bisa terbentuk jika partai-partai tak memiliki capres untuk diusung.

Pangi meyakini Pilpres 2024 mendatang bakal diikuti oleh lebih dari dua poros koalisi. Menurut dia, partai-partai bakal terus ngotot untuk mengusung calon presidennya masing-masing yang bakal dianggap potensial. Bahkan, dia meyakini bakal ada empat poros koalisi di Pilpres mendatang.

"Poros koalisi kita sejauh ini ada arah tiga poros. Karena tidak ada yang mau mengalah sebagai capres, maka poros koalisi bahkan bisa menjadi empat poros," kata dia saat dihubungi, Rabu (12/4).

Menurut Pangi, mereka yakni poros Koalisi Perubahan, Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KIR), Koalisi Indonesia Bersatu (KIB), dan koalisi tunggal PDIP.

Namun begitu, Pangi menyebut poros koalisi di antara partai-partai politik saat ini masih mencari bentuk. Mereka, kata dia, tak sepenuhnya memiliki perekat yang kuat untuk berkoalisi, kecuali hanya keuntungan pragmatis semata alih-alih ideologi.

Dia bilang sedikitnya ada tiga alasan koalisi saat ini masih mencari bentuk. Pertama, probabilitas potensi kemenangan; kompensasi usai mendukung capres; terakhir, persamaan kepentingan di antara partai pendukung capres.

Di Prancis, lanjut Pangi, pembentukan koalisi didominasi oleh kesamaan arah ideologi. Sehingga, poros koalisi dikelompokkan berdasar aliran. Sayangnya hal itu tidak terjadi di Indonesia.

"Kalau kita melihat koalisi, lebih besar karena DNA pragmatis ketimbang DNA ideologis atau programatik," ucap Pangi.

Publik Minim Pilihan

Wacana koalisi besar menguat seiring dukungan yang diberikan Jokowi dalam beberapa kesempatan. Belum lama sebelum wacana koalisi itu muncul, Jokowi menggelar agenda kunjungan di Kebumen, Jawa Tengah sebulan sebelumnya barang Prabowo dan Ganjar Pranowo.

Publik pun menyebut Jokowi telah memberikan restunya kepada dua tokoh politik yang tengah moncer di beberapa hasil survei capres tersebut. Namun, di sisi lain, ikut campur Jokowi itu justru akan membuat publik kesulitan menentukan pilihan dalam transisi kepemimpinan nasional.

Pangi menilai Jokowi memang berbeda dengan beberapa presiden sebelumnya. Politikus PDIP itu terlalu kentara ikut campur dalam dinamika penentuan capres menjelang pilpres. Dia khawatir hal itu justru akan membuat penyelenggara pemilu tak lagi objektif.

"Penyelenggara pemilu yang semestinya empirik objek bisa tergelincir memahami keinginan Jokowi menjadi intersubjektif," kata Pangi.

Pakar komunikasi politik Universitas Multimedia Nusantara (UMN), Silvanus Alvin meyakini sosok baru di Pilpres 2024 masih akan diisi oleh orang-orang yang kuat di sejumlah hasil survei. Alvin menyebut panggung politik kontestasi nasional masih akan sulit memberi kesempatan bagi tokoh-tokoh baru.

Alvin oleh karenanya turut mengkritik wacana koalisi besar dan manuver keterlibatan Jokowi jelang Pilpres 2024. Menurut dia, wacana koalisi besar berpotensi pada pembelahan di tengah masyarakat.

Bahkan, pembicaraan soal itu hanya akan politik menjadi semakin transaksional. Alih-alih bicara soal gagasan, koalisi besar membuat partai politik hanya akan sibuk pada hitung-hitungan politik.

"Sosok baru di Pemilu 2024 tampaknya masih akan diisi oleh nama-nama yang dua tahun terakhir menghiasi media nasional saja," ucap Alvin, Rabu (12/4).

(thr/dal)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK