PT Agri Bumi Sentosa Menang Banding Karhutla, Denda Rp591 M Dianulir
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menganulir putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang menghukum denda Rp591.555.032.300 (Rp591 miliar) bagi PT Agri Bumi Sentosa (ABS) terkait kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
"Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat nomor: 816/ Pdt.G.LH/2021/PN.Jkt.PST tanggal 28 Desember 2022 yang dimohonkan banding tersebut," demikian bunyi amar putusan sebagaimana dilansir dari laman PT DKI, Rabu (3/5).
Lihat Juga : |
Perkara nomor: 217/PDT.G-LH/2023/PT.DKI itu diadili oleh ketua majelis hakim Berlin Damanik dengan hakim anggota Sirande Palayukan dan Chrisno Rampalodji. Putusan diucapkan dalam persidangan yang terbuka untuk umum pada Selasa, 2 Mei 2023.
Kasus ini bermula saat karhutla melanda Barito Kuala, Kalimantan Selatan, September 2019. KLHK melayangkan gugatan atas perusahaan tersebut ke PN Jakarta Pusat.
Majelis hakim PN Jakarta Pusat dengan ketua majelis hakim Heru Hanindyo serta hakim anggota Dulhusin dan Dariyanto mengabulkan gugatan KLHK melawan PT ABS pada 28 Desember 2022
PT ABS dinilai terbukti telah menyebabkan kebakaran lahan seluas 1.500 hektare pada September 2019 yang mengakibatkan kerusakan lahan gambut di areal PT ABS, Desa Karya Tani, Kecamatan Barambai, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan.
Majelis hakim PN Jakarta Pusat menyatakan PT ABS terbukti melakukan perbuatan melawan hukum dan wajib membayar ganti rugi materiil sebesar Rp160.691.157.300 dan biaya pemulihan lingkungan hidup sebesar Rp591.555.032.300 serta menyatakan gugatan menggunakan pertanggungjawaban mutlak (strict liability).
Tidak terima, PT ABS mengajukan banding ke PT DKI Jakarta. Dalam memori bandingnya, PT ABS menilai majelis hakim PN Jakarta Pusat tidak secara benar mempertimbangkan kerugian yang dibebankan pada pembanding/tergugat sebesar Rp591.555.032.300. Angka itu dinilai tidak realistis.
Di sisi lain, KLHK telah memberikan sanksi administratif paksaan pemerintah (T-46) dan telah dilakukan pemulihan lingkungan hingga selesai oleh PT ABS dan telah diawasi oleh penggugat (KLHK) dan sanksi tersebut telah dicabut oleh penggugat.
Dengan demikian, menurut PT ABS, gugatan KLHK overlapping dengan melakukan penuntutan terhadap pembanding/tergugat dua kali.
Dalam kasus ini, majelis hakim PT DKI menilai para pihak belum melakukan penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana diamanatkan oleh Undang-undang dan peraturan yang berlaku.
Majelis hakim PT DKI berpendapat eksepsi PT ABS sangat beralasan dan dapat dikabulkan.
Eksepsi dimaksud mengenai gugatan penyelesaian sengketa lingkungan hidup tentang ganti rugi masih prematur karena seharusnya dapat diselesaikan terlebih dahulu secara mediasi (non litigasi) dan apabila tidak berhasil baru melalui penyelesaian litigasi yaitu melalui pengadilan.
"Menimbang, bahwa atas pertimbangan di atas, maka eksepsi tergugat tersebut adalah beralasan dan dapat dikabulkan," tutur hakim.
"Dalam pokok perkara: menimbang, bahwa karena eksepsi dari tergugat dikabulkan, maka dalil-dalil gugatan yang menyangkut gugatan pokok perkara tidak lagi relevan dipertimbangkan dan harus dinyatakan tidak dapat diterima," katanya.
(ryn/wis)