Cawe-cawe Jokowi Urus Pilpres 2024 di Istana

CNN Indonesia
Kamis, 04 Mei 2023 11:08 WIB
Presiden Jokowi dinilai terlalu ikut campur dalam urusan pencapresan 2024. Sikapnya dikhawatirkan memengaruhi penyelenggaraan pemilu.
Presiden Joko Widodo. (Biro Setpres/Muchlis)
Jakarta, CNN Indonesia --

Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai terlalu ikut campur alias cawe-cawe dalam urusan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Pada Selasa (2/5) malam, Jokowi mengumpulkan enam ketua umum parpol di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.

Para ketua umum parpol yang hadir yaitu Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto, dan Plt Ketua Umum PPP M Mardiono. Sementara itu, Ketua Umum NasDem Surya Paloh, yang sebetulnya juga merupakan bagian dari koalisi pemerintahan tak diundang.

Alasan NasDem tak diundang diduga bertalian dengan sikap parpol tersebut yang telah mengusung Anies Baswedan sebagai calon presiden mereka.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Adapun usai pertemuan dengan Jokowi pada Selasa malam itu, Prabowo mengaku mendapatkan titipan besar terkait Pilpres 2024.

Selain itu, pada akhir April, Jokowi sempat memanggil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno ke Istana. Sandi mengaku mendapat sejumlah wejangan soal politik dari Jokowi.

Sebelum Sandi, Jokowi juga mengundang Prabowo, Zulhas, hingga Ketua Umum Perindo Hary Tanoesoedibjo ke Istana Negara usai Ganjar Pranowo resmi dideklarasikan sebagai capres PDIP.

Bahkan, jauh sebelum ada deklarasi Ganjar sebagai capres, Jokowi pun kerap melemparkan sinyal mendukung calon tertentu dengan melakukan kegiatan bersama mereka. Misalnya, Jokowi mengajak Ganjar dan Prabowo menghadiri panen raya padi di Kebumen pada awal Maret lalu.

Pengamat komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga, menilai Jokowi telah bertindak di luar kewenangannya sebagai presiden.

Menurut Jamiluddin, sikap Jokowi yang terlalu terlibat aktif dalam urusan pencapresan dapat menghilangkan muruah Istana dan menurunkan kepercayaan publik terhadap pemerintah.

"Pak Jokowi sebagai presiden itu kan sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara, karena itu seharusnya Pak Jokowi tidak cawe-cawe tentang capres. Karena itu bukan porsinya," kata Jamiluddin saat dihubungi CNNIndonesia.com.

Jamiluddin pun membandingkan sikap Jokowi dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di akhir pemerintahannya. Ia berpendapat SBY dapat menjaga jarak dengan pasangan calon yang ada.

"Pak SBY memasang jarak yang sama baik kepada kubu Prabowo maupun Jokowi saat itu," kata Jamiluddin.

"Di situ terlihat bahwa Pak SBY tidak menunjukkan keberpihakannya di depan umum kepada pasangan capres. Di sini, Pak Jokowi bukan memposisikan diri sebagai presiden tetapi sebagai politisi. Itu kan berbahaya," sambungnya.

Senada, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah juga memperhatikan tindakan Jokowi kurang etis. Menurutnya, seorang perangkat negara tidak berhak terlibat aktif dalam penyelenggaraan pemilu saat masih menjabat.

Ia khawatir kerja pejabat penyelenggara pemilu bisa terpengaruh dengan kepentingan Jokowi.

"Situasi ini mengkhawatirkan, karena perangkat negara yang terlibat langsung pada penyelenggaraan pemilu dapat terpengaruh dengan cara menjalankan kinerja menyesuaikan kepentingan Jokowi. Untuk itu, aktivitas Jokowi terkait keputusan politik praktis ini harus dikritik keras," kata Dedi.

Dedi pun mengkritik parpol yang justru diam saja melihat praktik tersebut. Menurut dia, elite parpol semestinya tersinggung dengan cawe-cawe Jokowi.

"Karena satu sisi presiden kehilangan wibawa sebagai kepala negara. Dan sebaliknya, ketua umum partai pun kehilangan wibawa di hadapan Presiden," kata Dedi.

"Untuk itu, partai di luar PDIP dan PPP, sudah seharusnya mengambil sikap sendiri," ujarnya.

Dedi mengatakan ada potensi penyalahgunaan wewenang jika Jokowi terus cawe-cawe dalam urusan Pipres 2024. Ia menilai bukan tidak mungkin kepercayaan publik atas terselenggaranya pemilu yang jujur dan adil bisa hilang.

"Publik akan menilai jika presiden terlibat langsung dalam proses politik praktis, bukan tidak mungkin ada potensi presiden gunakan kekuasaan untuk mengkondisikan penyelenggara pemilu, dan ini mengkhawatirkan, kepercayaan publik atas Pemilu yang jujur adil bisa lenyap," ucapnya.

(far/tsa)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER