Ketum Pro Jokowi (Projo) Budi Arie Setiadi mengklaim sikap ikut campur atau cawe-cawe yang dilakukan Presiden Joko Widodo jelang Pilpres 2024 adalah sesuatu yang seharusnya dilakukan kepala negara.
Pernyataan itu disampaikan Budi merespons kritik eks Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) yang meminta Jokowi tidak terlalu jauh ikut terlibat dalam Pilpres 2024. Budi juga merespons pernyataan calon presiden (capres) Anies Baswedan yang meminta negara tidak ikut campur memilihkan kontestan dalam Pilpres 2024.
"Ya menurut hemat kami, salah juga Pak Jokowi kalau enggak ikut campur dalam Pilpres 2024. (Karena) yang dipertaruhkan Jokowi itu legacy," ujar Budi di Istora Senayan, Jakarta Pusat (8/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, hal tersebut merupakan upaya agar program Jokowi yang sudah dikerjakan sejak menjabat sebagai presiden tidak hilang atau dimulai dari awal lagi.
"Jangan sampai apa yang dimulai dari pemerintahan Jokowi, dimulai dari belakang lagi atau nol. Soal dukung mendukung itu nanti pada waktunya," tuturnya.
Ia juga menilai kritik cawe-cawe Jokowi dalam Pilpres 2024 merupakan hal yang abstrak dan sumir. Menurutnya, tak ada alat ukur yang pasti untuk menentukan seberapa banyak Jokowi melakukan cawe-cawe.
"Kalau kritik Jokowi cawe-cawe kan alat ukurnya sumir, terlalu abstrak enggak rigid," kata dia.
Menurut Budi, Jokowi juga merupakan pejabat politik yang tidak melakukan kesalahan saat mengumpulkan ketua umum parpol di istana. Dia mengatakan apa yang dilakukan Jokowi tak melanggar konstitusi.
Pemerintah, lanjut Budi, berkepentingan menjamin pemilu berjalan dengan baik.
"Jangan lupa, Pak Jokowi kan pejabat politik juga selain pejabat pemerintahan. Hemat kami, apa yang dilakukan Jokowi masih sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Emang pemerintahan sebelumnya enggak pernah ngumpulin parpol?" ucapnya.
Sebelumnya, Jokowi menepis kritik yang menyebut dirinya telah cawe-cawe atau ikut campur urusan partai politik menentukan calon presiden yang akan diusung di Pilpres 2024. Jokowi mengatakan pertemuan dengan petinggi-petinggi partai politik sebatas diskusi. Termasuk saat mengumpulkan pejabat teras partai politik di Istana beberapa hari lalu.
"Bukan cawe-cawe, wong itu diskusi saja kok cawe-cawe, diskusi," kata Jokowi di Sarinah, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (4/5).
Jokowi menegaskan statusnya bukan hanya kepala negara, melainkan juga pejabat politik. Oleh karena itu dia merasa wajar jika berdiskusi dengan partai-partai politik.
"Tolonglah mengerti bahwa kita ini juga politisi, tapi juga pejabat publik," ujarnya.
Jokowi juga menganggap tidak ada aturan yang dilanggar ketika mengumpulkan ketua-ketua umum partai politik di Istana. Ia menegaskan bahwa dirinya adalah politikus, sehingga diskusi dengan partai politik lazim dilakukan. Namun, ia memastikan urusan capres dan cawapres merupakan urusan parpol.
Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla (JK) sebelumnya mengingatkan Jokowi agar tidak terlalu ikut campur dalam kontestasi politik jelang Pilpres 2024 di akhir jabatannya. JK meminta Jokowi meniru langkah presiden sebelumnya seperti Megawati dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang dinilai dapat menjauhkan diri dari politik pada saat akhir jabatannya.
"Karena ini di Istana membicarakan tentang urusan pembangunan atau apa itu wajar saja. Tapi kalau bicara pembangunan saja mestinya NasDem diundang. Berarti ada pembicaraan politik," ujarnya dalam konferensi pers, Sabtu (6/5) malam.