Prabowo Subianto dan Wiranto tampak akrab sekali dalam beberapa pekan terakhir. Dipamerkan pula kepada publik.
Seolah tidak ingin sembunyi-sembunyi, keduanya saling melempar pujian dan sengaja mengundang wartawan untuk diliput. Peluk dan cium pipi si dua jenderal juga di umbar di depan kamera.
Salah satu momen kemesraan yang ditunjukkan mereka yakni pada 1 Mei lalu kala Wiranto mengunjungi kediaman Prabowo di Hambalang, Bogor. Dalam pertemuan ini, banyak gestur dan pernyataan yang menunjukkan tendensi dukungan Wiranto kepada Prabowo.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terlihat sejak awal kedatangan Wiranto ketika tamu maupun tuan rumah serempak mengenakan kemeja safari putih. Bahkan hingga warna celana yang dipilih rombongan masing-masing pun menyerupai.
Mungkin biar tampak selaras, satu kesatuan, seperti dulu saat mereka muda yang identik dengan keseragaman. Apapun itu alasannya, yang pasti bukan kebetulan. Tidak mungkin kebetulan.
Prabowo, yang sedari pagi mengenakan kopiah hitam, juga sontak mencopotnya ketika melihat Wiranto datang tanpa tutup kepala. Keduanya tidak memakai tutup kepala saat pertemuan berlangsung hingga Wiranto pulang.
Persamuhan dua jenderal dilanjut di meja panjang. Prabowo dan Wiranto duduk berhadapan dengan jarak yang dekat didampingi rekan separtai masing-masing. Tidak ada yang menghalangi pandangan Prabowo ke Wiranto, begitu juga sebaliknya. Jarak pun hanya sekian sentimeter, sehingga menciptakan suasana akrab.
Prabowo lalu membuka pembicaraan. Seperti umumnya sikap tuan rumah, Prabowo mengucapkan terima kasih dan apresiasi kepada tamu yang hadir. Dia mengatakan siapapun yang mau meluangkan waktu ke Hambalang, berarti sama dengan sahabat sejati.
"Kalau saya dan bapak muncul, apalagi muncul di panggung yang sama, itu sejuk Pak rasanya," kata Prabowo. Tepuk tangan lalu bersahutan.
Prabowo seolah mengamini bahwa dirinya dan Wiranto masih sering dibicarakan masyarakat soal persaingan di masa Orde Baru dulu. Tetapi kini, Prabowo menegaskan bahwa pemimpin tidak boleh diadu-adu dan harus kompak.
![]() |
Mungkin ucapan Wiranto saat pertemuan terasa seperti basa-basi wangi laiknya diucapkan oleh seorang tamu kepada tuan rumah. Akan tetapi, patut dimaknai lebih dalam karena dulu Wiranto dan Prabowo terlibat perang dingin di ujung pemerintahan Orde Baru. Kala itu, Prabowo menjabat Pangkostrad sementara Wiranto sebagai Panglima ABRI.
Wiranto berulang kali menyinggung soal kesamaannya dengan Prabowo yang berkarir di militer. Dia mengaku berada dalam operasi tempur bersama, lalu dipertemukan lagi di misi yang berbeda. Keduanya juga sama-sama pernah merasakan jabatan Pangkostrad.
Wiranto lanjut mengungkit kesamaan langkahnya dengan Prabowo pasca-Orde baru runtuh. Sempat aktif di Golkar, lalu sama-sama merintis partai sendiri dari nol. Wiranto membentuk Hanura, Prabowo mendirikan Gerindra.
Pujian berlanjut ketika Wiranto mengapresiasi reputasi Gerindra yang kini sudah menjadi partai papan atas, beda dengan Hanura. Bahkan Wiranto pun sudah rela melepaskan Hanura yang dulu ia rintis.
Wiranto lalu mengucapkan pernyataan yang sangat jelas mengandung makna dukungan, yakni saat menyebut Prabowo sebagai capres dengan pemahaman matang soal pemerintahan dibanding tokoh lain yang sekadar bermodal popularitas.
"Negeri ini butuh kesinambungan dan itu hanya dapat dilakukan oleh orang yang paham betul atas pesan-pesan pendahulu kita. Tanpa memahami itu yang dikejar hanya popularitas," kata Wiranto.
"Saya bukan ceramah, tapi betul betul keluar isi hati saya. Sekarang, adik saya, sahabat saya, kolega saya, silakan maju."
Merujuk survei Litbang Kompas sepanjang 25 Januari-4 Februari 2023, sebanyak 23,6 persen responden mendambakan pemimpin berlatar belakang militer.
Presentase itu lebih tinggi dibanding kategori yang lain. Misalnya, responden yang menginginkan pemimpin dari tokoh agama hanya 10,5 persen. Lalu ada 8,7 persen responden yang ingin tokoh masyarakat sebagai presiden berikutnya.
Suara dari keluarga besar TNI dan para keluarga pensiunannya yang tentu diincar Prabowo dan Wiranto. Basis suara dari kalangan tersebut pun sulit direngkuh oleh capres-cawapres lain.
Mungkin, Prabowo bergerak merangkul Wiranto berkaca dari temuan survei Litbang Kompas tersebut.
Selang dua hari setelah bertemu di Hambalang, dua jenderal itu berdiri dan berpidato di hadapan veteran TNI. Jiwa korsa kembali dibangkitkan lewat diksi-diksi perjuangan, semangat tempur, hingga pengabdian pada negara. Sangat jelas bahwa mereka sedang menggalang dukungan dari keluarga besar militer.
Prabowo pasti juga ingin merengkuh banyak suara dari kalangan yang merindukan kepemimpinan jenderal tentara. Sangat bisa, karena ceruk suara ini tidak akan mampu diambil oleh kandidat capres lain seperti Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo yang tulen berasal dari kalangan sipil.
Selain itu, lebih dari 50 persen pemilih di Pemilu 2024 nanti adalah generasi milenial ke bawah yang notabene tidak benar-benar merasakan hegemoni militer di era Orde Baru. Wajar jika basis suara ini ingin digarap oleh Prabowo dengan merangkul Wiranto.