Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej (Eddy) menyebut Indonesia tertinggal 17 tahun karena belum memiliki Undang-undang Perampasan Aset.
Eddy menjelaskan Indonesia telah meratifikasi Konvensi Antikorupsi PBB (UNCAC) 2003 pada 2006 melalui UU Nomor 7 Tahun 2006.
"Kita ini sudah ketinggalan 17 tahun, mengapa demikian? Ketika kita ratifikasi UU Konvensi PBB Antikorupsi dengan UU 7 Tahun 2006, kalau kita baca betul UNCAC itu sebenarnya ada batas state party atau negara peserta harus menyesuaikan undang-undang nasional kita dengan konvensi tersebut," kata Eddy dalam diskusi Forum Hukum KAHMI, Rabu (10/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengatakan terdapat tenggat waktu bagi negara peserta untuk menyesuaikan hukum positif nasional terhadap korupsi atas konvensi itu. Menurut Eddy, Indonesia semestinya sudah menyesuaikan UU Tindak Pidana Korupsi selambat-lambatnya pada 31 Desember 2007.
Semenara itu, UU Tipikor yang ada belum mengalami perubahan sejak disahkan pada 1999 dan direvisi pada 2001.
"Kita ketahui bersama, UU Tipikor yang ada UU 31/1999 jo 20/2001 itu sampai sekarang belum mengalami perubahan," ucapnya.
Padahal, kata Eddy, UU Perampasan Aset merupakan turunan dari salah satu tujuan konvensi antikorupsi tersebut.
Tujuan pertama dari hasil konvensi itu adalah membasmi korupsi secara efisien. Kedua, kerja sama internasional dalam pemberantasan korupsi.
"Ketiga adalah terkait asset recovery atau pengembalian aset. Perampasan aset ini adalah turunan atau bagian dari asset recovery itu. Ini sangat urgen untuk harus segera disahkan," tegasnya.
Ia pun berharap pemerintah bersama DPR bisa segera membahas RUU Perampasan Aset dan mengesahkannya menjadi undang-undang.
Dalam kesempatan yang sama, anggota DPR RI Fraksi PDIP Rifqinizamy Karsayuda juga berharap RUU Perampasan Aset bisa disahkan secepatnya.
Menurutnya, absennya UU Perampasan Aset menjadi salah satu kendala untuk merampas aset para terpidana korupsi.
"Mudah-mudahan satu, dua masa sidang, RUU ini bisa menjadi undang-undang," kata Rifqinizamy.
Adapun Presiden Joko Widodo telah mengirimkan surat presiden (surpres) RUU Perampasan Aset kepada DPR.
Jokowi menunjuk Menko Polhukam Mahfud MD, Menkumham Yasonna H Laoly, Jaksa Agung ST Burhanuddin, dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo jadi perwakilan pemerintah untuk membahas RUU tersebut bersama DPR.
(mnf/tsa)