Dua terdakwa kasus suap dana hibah kepada Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat Tua Simanjuntak, yakni Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi, divonis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dengan hukuman 2 tahun 6 bulan penjara.
Dalam amar putusan yang dibacakan Hakim Ketua Tongani, kedua terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Dengan ini terdakwa atas nama Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi alias Eeng masing-masing divonis dengan hukuman penjara 2 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 50 Juta subsider 2 bulan kurungan," kata Hakim Ketua Tongani, Selasa (16/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hakim melihat beberapa hal yang memberatkan kedua terdakwa, yakni tidak mendukung upaya pemerintah untuk memberantas tindak pidana korupsi.
Sedangkan pertimbangan yang meringankan, keduanya berkeinginan menjadi pelaku yang bekerja sama dalam pengungkapan tindak pidana korupsi atau justice collaborator.
"Mengabulkan kedua terdakwa sebagai justice collaborator (JC) yang sebelumnya diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK)," ujar Hakim.
Vonis yang dijatuhkan hakim ini lebih ringan dibandingkan tuntutan JPU dari KPK yang menuntut keduanya dengan 3 tahun penjara. Dengan vonis ini jaksa maupun kedua terdakwa langsung menerima vonis yang dijatuhkan oleh hakim.
Usai sidang, kedua terdakwa langsung dikelilingi oleh keluarganya yang sudah menunggu didalam maupun diluar ruang sidang. Usai sidang Eeng mengaku puas dengan vonis yang dijatuhkan hakim.
"Saya terima, saya terima sudah itu saja," ucap Eeng, saat akan dibawa ke ruang tahanan Pengadilan Tipikor.
Wakil Ketua DPRD Jawa Timur Sahat Tua P Simanjuntak disebut telah menerima suap Rp39,5 miliar dari dua terdakwa dana hibah kelompok masyarakat (Pokmas) Pemerintah Provinsi Jatim.
Hal itu terungkap saat sidang perdana dua terdakwa Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, Selasa (7/3).
Dalam dakwaanya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Arief Suhermanto mengatakan, uang sebasar Rp39 miliar itu diterima Sahat sebagai kompensasi atas perannya memuluskan proses pencairan dana hibah untuk beberapa Pokmas.
"Dana tersebut diberikan kedua terdakwa pada Sahat agar memberikan jatah alokasi dana hibah pokok-pokok pikiran (Pokir) untuk Tahun Anggaran (TA) 2020 s.d 2022 dan jatah alokasi dana hibah yang akan dianggarkan dari APBD Provinsi Jawa Timur Tahun Anggaran 2023 sampai dengan 2024 kepada para terdakwa," kata Jaksa.
Hal itu, kata Jaksa, jelas yang bertentangan dengan kewajiban Sahat selaku penyelenggara negara untuk tidak melakukan perbuatan korupsi. kolusi, dan nepotisme.
"Sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan 6 Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme," ucapnya.
(frd/ain)