Kasus kematian ternak babi yang disebabkan merebaknya wabah African Swine Fever (ASF) atau flu babi Afrika di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, mengalami peningkatan signifikan.
Dari dua kandang peternakan babi yang berada di Desa Paccelekang, Kecamatan Pattallassang dan Desa Timbuseng, Kecamatan Bontomarannu, Kabupaten Gowa, satu di antaranya sudah kosong setelah seluruh ternak mati akibat positif ASF.
"Hari ini babi yang berada di kandang Desa Paccelekang sekitar 15 ribu, tersisa 70 ekor. Kemudian Desa Timbuseng ada 10 ribu. Tapi, sudah habis mati semua," kata Kepala Dinas Peternakan dan Perkebunan Kabupaten Gowa, Suhriati, Rabu (17/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Suhriati babi yang tersisa yang ada di kandang tersebut telah dilakukan karantina dan penyemprotan disinfektan untuk mencegah penyebaran virus ASF yang sangat cepat menular pada ternak babi.
"Di Desa Paccelekang tersisa 70 ekor babi, itu juga sudah dikarantina, tidak boleh keluar atau dijual," ujarnya.
Total populasi babi di Gowa sebanyak 25.421 ribu ekor. Namun, pada bulan Januari ditemukan kasus kematian ternak babi sekitar 4.000 ekor di Desa Paccelekang, Kecamatan Pattallassang.
Setelah dilakukan pemeriksaan oleh BBVet Maros, ternak yang mati itu terkonfirmasi positif terjangkit virus ASF atau flu babi Afrika.
"Populasi babi di Gowa ada 25 ribu ekor. Babi yang mati perharinya bisa 200 ekor, 500 ekor seperti itu. Penyebaran bisa terjadi karena kontak langsung di peralatan pakannya, kendaraan dan pakannya yang terkontaminasi," sebutnya.
Akibat dampak wabah flu babi Afrika, kata Suhriati para peternak secara ekonomi dipastikan mengalami kerugian yang cukup besar.
"Sistem ekonomi pasti terganggu, karena virus ASF ini adalah virus yang sangat cepat penularannya dan mematikan 100 persen sehingga memberikan dampak ekonomi kepada masyarakat atau rugi. Karena ternak yang sudah dipelihara selama ini tiba-tiba terserang ASF ini yang cepat penularannya. Pasti masyarakat rugi dengan kondisi seperti ini," pungkasnya