Kemenkes: Dalam 5 Tahun, Perokok Usia Anak Kian Meningkat

CNN Indonesia
Senin, 29 Mei 2023 20:20 WIB
Jubir Kemenkes mengatakan berdasarkan data Riskesdas dalam waktu lima tahun jumlah perokok usia anak dan remaja meningkat sekitar dua persen lebih.
Ilustrasi. Kemenkes masih menunggu hasil riset terbaru mengenai jumlah anak-anak perokok di Indonesia pada 2023. (Pixabay/jackmac34)
Jakarta, CNN Indonesia --

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI melaporkan jumlah perokok di Indonesia menunjukkan tren peningkatan dalam kurun 2013 hingga 2019, terutama pada usia anak dan remaja.

"Indonesia dengan jumlah penduduk yang cukup besar merupakan pasar potensial bagi industri rokok," kata Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes RI Maxi Rein Rondonuwu dalam konferensi pers Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2023 di Jakarta, Senin (29/5).

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 prevalensi perokok pada usia 10 hingga 18 tahun berjumlah 7,2 persen, naik menjadi 9,1 persen pada 2018.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dalam kurun waktu lima tahun perokok usia anak dan remaja meningkat sekitar dua persen lebih. Kami tunggu hasil survei terbaru di 2023," katanya.

Jumlah itu sejalan dengan hasil survei dari Global Youth Tobacco pada 2019 bahwa peningkatan prevalensi perokok pada usia sekolah 13 sampai 15 tahun naik dari 18 persen jadi 19 persen.

Pada 2020, The Tobacco Atlas menempatkan Indonesia pada peringkat ketiga jumlah perokok terbesar di dunia setelah China dan India.

Menurut Maxi, lebih dari 27 juta perokok tembakau dewasa di Indonesia berisiko terkena penyakit menular dan tidak menular.

Selain itu, Institute for Health Metrix and Evaluation pada 2019 melaporkan rokok tembakau berisiko meningkatkan risiko kanker trakea, bronkus, dan paru-paru sebesar 59,6 persen, 59 persen mengakibatkan penyakit paru obstruksi kronik, 28 persen memicu gangguan jantung, dan 19 persen mengakibatkan diabetes melitus.

Selain dampak negatif pada kesehatan konsumen, kata Maxi, rokok tembakau juga memiliki dampak pada sosial dan ekonomi.

Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada 2021 melaporkan pengeluaran keluarga untuk konsumsi rokok tiga kali lebih banyak daripada pengeluaran untuk belanja protein.

"Belanja rokok terbesar kedua pengeluaran rumah tangga atau tiga kali lebih tinggi dari beli telur, daging ayam, dan lainnya," kata Maxi.

Selain itu, belanja rokok menempati porsi pengeluaran terbesar kedua di rumah tangga miskin sebesar 11,9 persen, baik di rumah tangga perkotaan maupun pedesaan.

449 Kabupaten/Kota punya aturan kawasan tanpa rokok

Pada kesempatan tersebut, Maxi mengatakan setidaknya sebanyak 449 dari total 514 wilayah kabupaten/kota di Indonesia telah memiliki peraturan Kawasan Tanpa Rokok (KTR).

"Jumlah tersebut kami perbarui per Mei 2023," kata Maxi.

Dari total daerah yang telah memiliki aturan KTR, sebanyak 341 kabupaten/kota atau setara 66 persen dalam bentuk peraturan daerah (perda) KTR dan 259 kabupaten/kota dalam bentuk peraturan bupati atau peraturan wali kota (perwal).

"Sampai saat ini masih ada 65 kabupaten/kota di Indonesia yang belum miliki peraturan tentang KTR," katanya.

Menurut Maxi, pengesahan aturan KTR di daerah masih kurang kuat jika tidak diiringi dengan kebijakan implementasi serta sanksi yang mengingat bagi setiap pelanggar.

"Perda atau perwal Ini menurut kami masih kurang kuat, karena baru sampai pembentukan aturan, belum sampai pada implementasi," katanya.

Kemenkes sedang menggodok ketentuan sanksi bagi pelanggar KTR sambil menunggu ketentuan KTR mencapai 100 persen di daerah.

"Kalau 100 persen KTR sudah ada, sambil menunggu, kami akan mulai bagaimana implementasi KTR tersebut agar berjalan sekaligus dan harus sudah ada penerapan sanksi," katanya.

(antara/kid)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER