Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Edy Rahmayadi mendukung pembentukan Peraturan Daerah (Perda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR).
Edy berharap Perda tersebut mampu membantu pemerintah untuk melindungi masyarakat yang tidak merokok menjadi perokok pasif dan mengurangi perokok aktif.
Kebiasaan masyarakat Sumut merokok menjadi perhatian Edy Rahmayadi. Ia mengaku telah berhenti total merokok sejak 2005 silam.
"Saya bisa habiskan rokok 8 bungkus per hari dulu, terutama setelah saya lulus dari akademi, tahun 2005 saat pangkat saya Letkol saya benar-benar berhenti, makanya sekarang saya kesal sama perokok, terutama yang tidak tahu tempat, sehingga merugikan orang lain," kata Edy Rahmayadi, saat kegiatan Advokasi Perda KTR di Kantor Gubernur Sumut, Kamis (25/5).
Edy mengatakan hal yang lebih penting dalam mengurangi perokok dan melindungi masyarakat menjadi perokok pasif adalah implementasi di lapangan.
Menurutnya di beberapa daerah merokok di ruang publik atau di dalam gedung sudah dianggap merupakan hal yang lumrah. Itu, tegasnya, adalah hal yang buruk.
"Ini kebiasaan, kebiasaan yang buruk, jadi tidak cukup hanya dengan Perda, dan tentu kita tidak bisa menghapuskan 100 persen perokok, tetapi paling tidak kita bisa menyelamatkan anak-anak kita. Kita bisa akali dengan menyediakan ruang merokok yang tidak nyaman, denda besar kepada perokok yang melanggar atau cara lainnya," ucap Edy.
Sebagai langkah awal, Edy Rahmayadi memerintahkan OPD untuk menerapkan kawasan tanpa rokok (KTR) di kantor masing-masing. Dia juga ingin ini diterapkan di sekolah-sekolah melalui larangan merokok di sekolah termasuk untuk guru.
"Setelah ini kita kumpulkan OPD, kepala sekolah juga untuk menerapkan kawasan tanpa rokok, mustahil kalian larang anak didik kalau kalian sendiri merokok di depan mereka," tegas mantan Pangkostrad itu.
Sementara itu, Direktur Produk Hukum Daerah Kemendagri Makmur Marbun mengatakan ada 8 kabupaten/kota yang belum memiliki Perda/Perkada KTR di Sumut. Daerah-daerah tersebut adalah Kabupaten Karo, Labuhanbatu, Labuhanbatu Selatan, Nias, Nias Barat, Simalungun, Kota Gunungsitoli dan Tanjung Balai.
"Masih ada 8 daerah lagi yang belum ada Perda KTR di Sumut, ada Perda-nya saja masih sulit, apalagi belum ada, karena itu kita mulai bergerak dari Perda," ungkap Makmur Marbun.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Eva Susanti menambahkan ada peningkatan perilaku merokok pemula. Dari 7,20 persen pada 2013 lalu meningkat menjadi 10,7 persen di 2019. Ke depan, angkat itu makin berlipat diprediksi meningkat ke angka 16 persen pada 2030 mendatang.
"Prevalensi perokok dewasa juga terus meningkat, sekitar 70,2 juta (34,5 persen) orang dewasa Indonesia merokok sedangkan untuk rokok elektrik meningkat 10 kali lipat dari tahun 2011 ke tahun 2021," urai Eva Susanti.
Mirisnya, berdasarkan data BPS tahun 2021 pengeluaran keluarga untuk konsumsi rokok 3 kali lipat lebih tinggi dari pada pengeluaran untuk protein. Data BPS menunjukkan rokok peringkat kedua pengeluaran per kapita masyarakat perkotaan 19,69 persen untuk beras dan 11,3 persenuntuk rokok kretek filter. Sedangkan untuk pedesaan 23.79 persen untuk beras, disusul rokok 10,78 persen.
"Masalah ini semakin pelik karena tidak sedikit masyarakat yang sejatinya kurang mampu malah mengalokasikan uangnya untuk rokok ketimbang protein atau gizi tambahan," beber Eva Susanti.
(fnr/kid)