Demo Mahasiswa Makassar di Hari Pancasila: Tolak Pemilu Tertutup
Unjuk rasa sejumlah aktivis mahasiswa menolak wacana mengembalikan sistem pemilu ke Proporsional Tertutup atau hanya coblos partai di Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (1/6).
Hari ini diketahui pula bertepatan dengan peringatan Hari Lahir Pancasila yang diperingati saban 1 Juni.
Massa mahasiswa itu membakar ban bekas di tengah di Jalan AP Pettarani, Makassar, Sulawesi Selatan.
Mahasiswa juga membentangkan spanduk penolakan sistem pemilu tertutup sambil melakukan teatrikal, dimana salah satu pengunjung rasa duduk di sebuah kursi dengan memegang palu sebagai simbol hakim Mahkamah Konstitusi (MK).
Lihat Juga :SUARA ARUS BAWAH Keluhan Warga antara Keadilan atau Ketimpangan Sosial |
Dalam aksinya mahasiswa meminta hakim MK harus bersikap lebih adil dengan mengedepankan kepentingan masyarakat. Menurut mereka sistem pemilu tertutup atau coblos partai itu bukan hanya ditolak mayoritas parpol di DPR, namun mahasiswa dan masyarakat juga menolaknya.
"Sistem Pemilu Proporsional Tertutup ini menjadi sejarah kelam bagi kita setelah di masa Orde Baru. Karena pemilu adalah pesta rakyat yang harus dilakukan secara terbuka, bukan tertutup," kata koordinator lapangan aksi, Muhammad Aswan di lokasi, Kamis siang.
Aswan mengatakan pihaknya menilai jika sistem pemilu tertutup kembali diterapkan pada Pemilu 2024 mendatang, pasti akan mencederai amanat dari Reformasi yang sudah berjalan selama 25 tahun.
Aswan menerangkan pada amanat Reformasi 1998 sudah jelas bahwa masyarakat harus terlibat langsung dalam menentukan pemimpin di bangsa ini dan mewakili masyarakat di parlemen.
"Pesan kami cukup sederhana, kami menginginkan Pemilu 2024 ini, MK harus memutuskan proporsional terbuka," ungkapnya.
Oleh karena itu, sambungnya, Gerakan Aktivitas Makassar (GAM) menolak sistem Pemilu Proporsional Tertutup, kata Aswan yang akan mencederai amanat dari Reformasi.
"Dampaknya sistem ini sangat besar, sebab partisipasi masyarakat dalam menentukan calon wakil di lembaga legislatif akan menurun. Makan kami menolak keras sistem pemilu proporsional tertutup ini," kata Aswan.
Hingga saat ini, MK masih melakukan uji materai terkait Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu). Pada pasal 168 tentang sistem pemilu digugat enam orang, yakni Demas Brian Wicaksono yang merupakan kader PDI Perjuangan, lalu Yuwono Pintadi, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, dan Nono Marijono.
Sebanyak enam pemohon itu meminta MK mengubah sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup.