Demokrat kubu Moeldoko selanjutnya mengajukan sejumlah gugatan ke pengadilan, namun menuai kekalahan.
Beberapa kekalahan Moeldoko Cs di antaranya saat Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menolak gugatan yang diajukan Moeldoko dan Jhoni Allen Marbun terkait pengesahan hasil KLB Deli Serdang pada 23 November 2021.
Dalam gugatan itu, Moeldoko dan Jhoni Allen menggugat Menteri Hukum dan HAM untuk mengesahkan permohonan atas pendaftaran perubahan AD/ART dan perubahan susunan kepengurusan DPP Partai Demokrat periode 2021-2025 hasil KLB Deli Serdang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mereka kemudian kembali melakukan gugatan ke PTUN. Gugatan kedua diajukan oleh tiga mantan kader Demokrat yakni Ajrin Duwila, Yosef Benediktus Badeoda, dan Hasyim Husein.
Mereka meminta Menkumham mencabut AD/ART Demokrat Tahun 2020 dan susunan pengurus Partai Demokrat 2020-2025 pimpinan AHY. Namun gugatan itu kembali ditolak PTUN pada Desember 2021.
Pada tingkatan Mahkamah Agung (MA) pun kasasi Moeldoko melawan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H. Laoly dan Ketua Umum Partai Demokrat AHY terkait KLB Partai Demokrat Deli Serdang ditolak.
"Amar putusan: tolak kasasi," demikian bunyi amar putusan sebagaimana dikutip dari situs MA, Senin (3/10).
Perkara nomor: 487 K/TUN/2022 ini diadili oleh ketua majelis Irfan Fachruddin dengan hakim anggota masing-masing Yodi Martono Wahyunadi dan Is Sudaryono. Putusan dibacakan pada Kamis, 29 September 2022.
Ketua Umum Partai Demokrat AHY menyebut partainya siap menghadapi Peninjauan Kembali (PK) yang dilayangkan oleh Moeldoko dan Jhoni Allen Marbun.
AHY menjelaskan PK yang dilakukan Moeldoko CS dilakukan di Mahkamah Agung (MA) untuk menguji putusan Kasasi MA, dengan Nomor Perkara No.487 K/TUN/2022, yang telah diputus pada tanggal 29 September 2022.
"KSP Moeldoko mengajukan PK pada tanggal 3 Maret 2023. Tepat satu hari setelah Partai Demokrat secara resmi mengusung saudara Anies Baswedan sebagai Bacapres," kata AHY.
Alasan KSP Moeldoko mengajukan PK, lanjut AHY, karena Moeldoko mengklaim telah menemukan empat Novum atau bukti baru. Namun menurutnya bukti yang diklaim KSP Moeldoko itu bukanlah bukti baru.
Keempat Novum itu menurut AHY telah menjadi bukti persidangan di PTUN Jakarta, khususnya dalam perkara No.150/G/2021/PTUN.JKT, yang telah diputus, tanggal 23 November 2021 lalu.
"Pengalaman empirik menunjukkan, sudah 16 kali pengadilan memenangkan Partai Demokrat; atas gugatan hukum KSP Moeldoko dan kawan-kawannya.
Saya ulangi, sudah 16 kali, Partai Demokrat menang atas gugatan hukum KSP Moeldoko dan kawan-kawan," ujar AHY.
Namun demikian, AHY juga mengaku khawatir lantaran situasi hukum di negeri ini sedang mengalami 'pancaroba'. Ia kemudian mengungkit kejadian baru-baru ini seperti Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memutuskan agar Pemilu 2024 ditunda.
Situasi hukum yang tidak menentu itu menurutnya berpotensi terjadi karena tekanan dan kepentingan politik pihak tertentu atau bagian dari elite dan penguasa di Indonesia.
Guru besar hukum tata negara sekaligus senior partner Integrity law firm Denny Indrayana mengaku menerima informasi terkait dugaan MA yang berpotensi akan mengabulkan PK soal pengambilalihan Partai Demokrat oleh KSP Moeldoko.
Kabar 'pencopetan' partai Demokrat ini kemudian bisa berimplikasi pada gagalnya pencapresan Anies Baswedan. Denny selanjutnya juga sikap diam Jokowi atas upaya hukum Moeldoko mengambil alih Partai Demokrat bisa menjadi pintu masuk pemakzulan.
Denny menjelaskan secara hukum jika kondisi normal, DPR harus mengajukan hak angket untuk menyelidiki dugaan Jokowi memberikan persetujuan atas langkah pembajakan politik yang dilakukan oleh Moeldoko.
Denny terbaru juga meminta DPR untuk memeriksa Presiden Jokowi dalam rangka pemakzulan (impeachment) dari kursi kepala negara dan kepala pemerintahan. Menurut Denny, sudah ada beberapa dugaan pelanggaran terhadap UUD 1945, sehingga Jokowi layak untuk diperiksa oleh DPR.
"Saya berpendapat, Presiden Joko Widodo sudah layak menjalani proses pemeriksaan impeachment (pemakzulan) karena sikap tidak netralnya alias cawe-cawe dalam Pilpres 2024," kata Denny dalam surat terbuka kepada Pimpinan DPR RI, Selasa (7/6).
Kendati demikian, Partai Demokrat tak berniat mengajukan hak angket untuk menyelidiki dugaan Jokowi memberikan persetujuan atas langkah pembajakan partai Demokrat yang dilakukan oleh Moeldoko.
Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat Hinca meyakini MA akkan menolak PK Moeldoko lantaran novum yang digunakan Moeldoko bukanlah bukti baru.
"Berandai-andai ya [kalau ajukan angket untuk pemakzulan Jokowi]. Kita yakin tidak ada itu, kita yakin menang," kata Hinca di Kompleks Parlemen, Selasa (6/6).
Hinca optimistis MA akan memanangkan Demokrat kubu AHY. Sebab, keempat novum yang diajukan Moeldoko sebagai alasan melakukan PK itu sudah digunakan pada persidangan di PTUN Jakarta, khususnya dalam perkara No.150/G/2021/PTUN.JKT, yang telah diputus, tanggal 23 November 2021 lalu.
Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara Faldo Maldini mengatakan pemerintah telah bersikap dalam kisruh terkait Partai Demokrat. IA menegaskan pemerintah telah menolak mengesahkan kepengurusan Partai Demokrat kubu Kepala Staf Presiden Moeldoko versi KLB Deli Serdang.
"Kalau kita runut ya, sebenarnya kan sikap pemerintah melalui Menkumham sudah keluar. Bahwa ya yang digugat oleh Pak Moeldoko adalah yang dikeluarkan oleh Menkumham. Jadi sikap pemerintah, ya, udah enggak," kata Faldo dalam acara Political Show di CNNIndonesia TV, Senin (5/6) malam.
Pada kesempatan itu, Faldo juga merespons permintaan dari Partai Demokrat kepemimpinan AHY yang meminta Presiden Jokowi untuk mengganti Moeldoko karena terlibat pengambilalihan partai.
Menurut Faldo, Jokowi adalah orang yang paling tahu kebutuhan tim untuk membantunya. Reshuffle, kata dia, juga merupakan hak prerogatif Jokowi selaku presiden.
"Presiden yang paling tahu timnya, untuk menghadapi tantangannya, jadi sekali lagi ya itu prerogatif Presiden yang dalam hal ini kami kira Presiden tidak ikut campur untuk intervensi hukum dan sebagainya," katanya.