Dihubungi terpisah, Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul M. Jamiluddin Ritonga menilai ada dua motif PDIP mengajak Demokrat untuk kerja sama di Pilpres 2024.
Motif pertama karena elektabilitas Demokrat dan AHY dinilai cukup baik guna membantu Ganjar mendulang suara. Dengan potensi itu, kata Jamiluddin, dapat membuka peluang PDIP menang hattrick.
"PDIP ingin melemahkan KPP. Kalau Demokrat dapat ditarik, maka KPP dengan sendirinya tidak dapat mengusung Anies Baswedan menjadi capres. Sebab, Nasdem dan PKS tidak cukup PT 20 persen sebagai syarat untuk mengusung pasangan capres-cawapres. Kalau itu terwujud, maka keinginan PDIP pada Pilpres 2024 hanya ada dua pasangan berpeluang terealisasi," kata Jamiluddin kepada CNNIndonesia.com, Minggu (11/6) malam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jamiluddin juga memprediksi hanya Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto yang akan bertarung sebagai capres. Menurutnya, PDIP berharap kontestasi lima tahunan ini hanya berlangsung satu putaran.
Jamiluddin turut menyoroti hubungan PDIP dan Demokrat yang tak harmonis sejak Pilpres 2004.
Kala itu, Megawati mencalonkan diri sebagai capres petahana. Di sisi lain, SBY yang saat itu menjadi anak buah Megawati juga maju menjadi capres lewat Demokrat yang baru terbentuk.
SBY berhasil mengalahkan Megawati dalam pemilihan langsung oleh rakyat. Pensiunan jenderal itu menjadi Presiden ke-6 RI. Sejak itu relasi Megawati dan SBY mulai dingin.
Jamiluddin pesimis PDIP dan Demokrat rujuk. Menurutnya, dua partai ini punya orientasi politik yang berbeda. Ia menjelaskan PDIP berorientasi untuk melanjutkan pembangunan yang digagas Presiden Joko Widodo (Jokowi), sedangkan Demokrat berorientasi pada perubahan dan perbaikan.
Jamiluddin menilai perbedaan orientasi itu tampaknya akan menyulitkan PDIP dan Demokrat untuk berkoalisi. Tak hanya itu, Megawati juga masih akan menjadi penentu koalisi di PDIP.
Menurutnya, Megawati bisa menjadi penghambat dalam rencana kerja sama PDIP dengan Demokrat. Ia menyebut Megawati tampak masih punya persoalan pribadi dengan SBY.
Oleh karena itu, kata Jamiluddin, selama Megawati masih menjadi ketua umum sulit berkoalisi bareng Demokrat. Sementara Puan, yang merupakan anak dari Megawati, dinilai tidak cukup kuat meyakinkan sang ibu untuk membuka kerja sama dengan Demokrat.
"Demokrat akan tetap bersama Nasdem dan PKS di Koalisi Perubahan. PDIP tetap akan berkoalisi dengan partai pendukung pemerintah. Begitu juga Gerindra akan tetap mempertahankan KKIR. Hanya KIB yang kemungkinan bubar. Golkar dan PAN bisa jadi bergabung ke PDIP atau ke KKIR. Bisa juga PAN ke PDIP, sementara Golkar ke KKIR," ujarnya.
Lebih lanjut, Jamiluddin menilai PDIP trauma pada Pilkada DKI Jakarta 2017. Kala itu, PDIP yang mengusung Basuki Tjahaja (Ahok) dan didukung banyak partai dikalahkan Anies Baswedan, padahal banyak lembaga survei merilis Ahok akan menang.
"Suara arus bawah itu tampaknya ditakuti PDIP. Karena itu, lebih baik Anies dijegal diawal daripada membahayakan saat Pilpres. Jadi, PDIP sendiri tampaknya belum yakin Ganjar Pranowo dapat menang bila nerhadapan dengan Anies. Hasil survei yang banyak memenangkan Ganjar, tampaknya belum meyakinkan PDIP," katanya.
Sementara itu, Peneliti politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wasisto Raharjo Jati menilai motif PDIP mengajak Demokrat kerja sama itu berkaitan dengan rekonsiliasi dua partai tersebut.
"Saya pikir ini lebih pada motif rekonsiliasi yang lebih diutamakan daripada motif lain," kata Wasisto kepada CNNIndonesia.com Senin (12/6) pagi.
Wasisto menilai peluang kerja sama kedua partai politik itu tergantung pada pembicaraan sosok sentral masing-masing partai politik, yakni Megawati dan SBY dalam menjembatani koalisi.
Wasisto mengatakan koalisi yang ada masih dinamis. Menurutnya, Demokrat dan PDIP bergabung, maka dapat berdampak pada peta koalisi dan capres.
"Tentu ada dampaknya terhadap peta koalisi dan capres. Namun untuk saat ini Demokrat sepertinya masih ada di barisan pencapresan AB (Anies Baswedan). Saya pikir demikian (Demokrat akan tetap dukung Anies) karena sudah menjadi komitmen politik," ujarnya.