Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR Indra Iskandar mengklarifikasi permintaan 80 kursi business class ke Garuda Indonesia untuk tim pengawas haji DPR ke Mekkah.
Ia menyebut permintaan itu untuk menjalankan tugas pengawasan. Ia juga menegaskan 80 kursi itu tidak didapatkan secara cuma-cuma, melainkan dibayar penuh oleh sekretariat DPR.
"Ini untuk kepentingan tugas negara dalam rangka pengawasan DPR yang anggarannya sudah disediakan," ujar Indra dalam keterangannya, Kamis (15/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Indra mengaku ia mengambil langkah itu lantaran belum mendapatkan kepastian dari biro perjalanannya. Ia pun meminta publik untuk salah paham. Ia mengklaim tindakan itu bukan untuk kepentingan pribadi.
"Maka saya teleponlah Dirut Garuda untuk meminta tolong agar bisa disediakan kebutuhan itu dan tentunya dibayar bukan gratis," ucap dia.
Sebelumnya, permintaan 80 kursi tambahan kelas bisnis untuk anggota DPR yang akan berangkat haji tahun ini diungkapkan oleh Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk Irfan Saputra.
Namun, Irfan belum bisa memastikan permintaan tersebut dikabulkan lantaran harus meminta izin ke otoritas penerbangan atau General Authority for Civil Aviation (GACA) Arab Saudi terlebih dahulu. Pasalnya, penerbangan terakhir jemaah haji dilaksanakan pada 22 Juni 2023.
"Kami belum bisa menjanjikan tambahan pesawat karena ini memang persoalan izin," kata Irfan.
KPK pun turut mengkritik hal itu. Kepala Bagian Pemberitaan, Ali Fikri mengingatkan potensi gratifikasi dan konflik kepentingan di dalamnya.
Ia menekankan hal itu dikhawatirkan bisa memengaruhi kinerja, pengambilan kebijakan, dan pelayanan publik. Jika itu terjadi, kata Ali, konsekuensinya ialah masyarakat yang akan merugi nantinya.
Pada 2019 lalu, KPK juga pernah melakukan kajian untuk memotret pos titik rawan korupsi dalam penyelenggaraan haji di Indonesia.
Hasil kajian itu menunjukkan modus yang biasa terjadi adalah penggelembungan atau mark up biaya akomodasi, penginapan, hingga konsumsi dan pengawasan haji.
(nfl/ain)