Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan sejumlah permasalahan dalam pengadaan bahan bakar minyak dan pelumas (BMP) di tubuh Polri.
Berdasarkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II Tahun 2022 yang dilakukan BPK, proses pengadaan BMP belum sesuai ketentuan.
Hal itu terlihat pada pengadaan BBM pada Staf Logistik (Slog) Polri menggunakan harga BBM nonretail yang ditentukan secara sepihak oleh PT Pertamina (Persero)/PT Pertamina Patra Niaga tanpa melalui proses negosiasi harga sebagaimana mekanisme yang berlaku pada metode penunjukan langsung.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian nilai kompensasi yang diberikan PT Pertamina berupa dukungan sarana dan prasarana pengadaan dan/atau perbaikan stasiun pengisian bahan bakar Polri (SPBP) tidak memiliki dasar penghitungan yang jelas.
Permasalahan ketiga yakni kelebihan penghitungan harga BBM yang ditagihkan pada Slog Polri dan Direktorat Polisi Perairan Korps Kepolisian Perairan dan Udara (Ditpolair Korpolairud) sebesar Rp8,76 miliar.
Serta spesifikasi BBM yang diterima (Pertamina Dex 50 ppm) Slog dan Ditpolair Korpolairud lebih tinggi dari spesifikasi BBM sesuai kontrak (Pertamina Dex), sehingga Polri harus membayar lebih mahal sebesar Rp2,86 miliar.
Dari sejumlah permasalahan tersebut, BPK mengungkapkan Polri kehilangan kesempatan memperoleh harga yang paling ekonomis dalam pembelian BBM karena penetapan harga secara sepihak dan tanpa transparansi dari penyedia.
Polri tidak mendapatkan kompensasi berupa dukungan sarana dan prasarana pengelolaan BMP yang optimal serta pembayaran atas pembelian Pertamina Dex 50 ppm membebani keuangan Slog Polri dan Korpolairud sebesar Rp2,86 miliar.
"Kelebihan pembayaran pengadaan BMP pada Slog Polri dan Ditpolair Korpolairud sebesar Rp8,76 miliar," demikian termuat dalam Bab IV hasil pemeriksaan prioritas nasional penguatan infrastruktur dan penguatan stabilitas polhukhankam dan transformasi pelayanan publik.
Selain proses pengadaan BMP belum sesuai ketentuan, Peraturan Asisten Logistik (Aslog) Nomor 1 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Bahan Bakar Minyak dan Pelumas di Lingkungan Polri belum secara jelas mengatur ketentuan penghitungan rencana kebutuhan (renbut) kupon dukungan dan penghitungan susut BBM pada SPBP.
Akibatnya, perencanaan kebutuhan BMP melalui alokasi kupon dukungan yang belum ditetapkan batasannya berpotensi tidak sesuai kebutuhan riil, dan penghitungan susut BBM pada SPBP tidak akurat.
BPK lantas memberi sejumlah rekomendasi kepada Polri untuk membereskan persoalan tersebut. BPK meminta Aslog untuk meninjau ulang harga keekonomian BBM untuk Polri serta ketentuan pemberian kompensasi pengadaan SPBP dan/atau perbaikan SPBP dalam Nota Kesepahaman dengan PT Pertamina Patra Niaga.
Aslog Polri diminta juga untuk meninjau ulang dan merevisi Peraturan Nomor 1 Tahun 2018 terkait penghitungan alokasi kupon dukungan dan penghitungan susut BBM pada SPBP.
BPK memerintahkan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan BMP pada Slog Polri dan Ditpolair Korpolairud untuk menyetorkan kelebihan pembayaran dari penyedia ke kas negara atau mengompensasi pada tagihan pembayaran berikutnya sebesar Rp8,76 miliar.
Selanjutnya BPK memerintahkan PPK meminta pemberitahuan secara tertulis dari PT Pertamina Patra Niaga atas setiap perubahan jenis BBM yang akan didistribusikan.
CNNIndonesia.com telah menghubungi Asisten Kapolri Bidang Logistik Irjen Argo Yuwono dan Asisten Kapolri Bidang Perencanaan Umum dan Anggaran Irjen Wahyu Hadiningrat untuk meminta respons atas temuan BPK tersebut, namun belum mendapatkan jawaban.
(ryn/fra)