1.662 Warga Jadi Korban Perdagangan Orang via Jateng Sepanjang Juni
Setidaknya 1.662 orang warga menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) ke luar negeri lewat jalur provinsi Jawa Tengah.
Jumlah ini muncul dari hasil pengungkapan Tim Satgas TPPO Polda Jawa Tengah selama dua pekan yakni dari tanggal 6 hingga 18 Juni 2023 ini.
Dari angka 1.662 orang, yang telah diberangkatkan ke luar negeri ada sebanyak 1.430 orang dan yang belum berangkat ada sebanyak 232 orang. Sementara, jumlah tersangka yang berhasil diamankan sebanyak 46 orang.
"Hasil dari pengungkapan selama dua pekan, ada penambahan semua, baik dari korban maupun pelaku. Korban saat ini terdeteksi sebanyak 1662 orang, namun yang resmi sudah kami identifikasi ada 1.337 orang. Korban yang sudah berangkat ke luar negeri ada 1.430 orang dan yang belum berangkat ada 232 orang," ungkap Ketua Satgas TPPO Polda Jawa Tengah Brigjen Abioso Seno Aji saat konferensi pers di Mapolda Jawa Tengah, Semarang (21/6).
"Untuk tersangkanya sendiri berjumlah 46 orang," sambungnya.
Abioso menerangkan terkait kasus TPPO, pihaknya telah menerima 43 Laporan Polisi (LP). Dari jumlah tersebut sebanyak 39 LP sudah berhasil diungkap, sementara empat lagi masih dalam penyelidikan.
"Dari 43 LP yang masuk, sudah 39 LP kita ungkap, dan sisanya 4 LP dalam tahap lidik," ujar Wakapolda Jawa Tengah itu.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Tengah Kombes Polisi Johanson Ronald Simamora menyebut para tersangka yang diamankan memiliki peran yang berlainan, dari perekrut, pengantar, hingga perantara.
Dalam aksinya, para tersangka ini memiliki jaringan dengan sindikat internasional karena bergerak sesuai order atau pesanan.
"Jadi tersangka ini terhubung dengan pihak, orang atau agen yang di luar negeri. Yang di luar negeri ini sudah punya daftar, ada kebutuhan orang berapa saja, dan siapa yang menampung," jelas Johanson.
"Peluang inilah yang kemudian dimanfaatkan tersangka di sini untuk merekrut dengan iming-iming gaji tinggi, tapi ada syaratnya ada yang harus bayar ini itu dulu, ada yang sekian bulan gajinya dipotong bahkan ada yang sekian bulan tidak gajian. Ini semua ilegal," imbuhnya.
Salah satu korban TPPO, Ruslan, menyebut bila dirinya mengalami kerugian 65 juta rupiah saat dijanjikan akan dipekerjakan ke Jepang.
"Syaratnya waktu itu saya harus bayar Rp65 juta, selama tiga bulan harus lunas. Begitu lunas, saya dibekali paspor terus disuruh berangkat sendiri ke Jepang, nanti ada yang jemput. Begitu sampai sana, tidak ada siapa-siapa, saya kembali susah, lanjut ya susah. Beruntung ada yang menolong bisa kembali," katanya.
4 tersangka TPPO di Kulonprogo, DIY
Sementara itu di Yogyakarta, Polres Kulon Progo menetapkan empat orang penyalur pekerja migran Indonesia (PMI) sebagai tersangka dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Empat orang itu adalah inisial TH (42), ASP (46), NR (46), dan DWA (46) asal Semarang, Jawa Tengah itu sebelumnya telah diperiksa terkait rencana keberangkatan 18 calon PMI atau TKI ilegal ke Selandia Baru.
"Saat ini keempat orang yang sudah diperiksa sudah ditetapkan sebagai tersangka," kata Kasi Humas Polres Kulon Progo, Iptu Triatmi Noviartuti, Rabu.
Meskipun berstatus tersangka, Novi mengatakan empat orang itu belum ditahan karena masih diperiksa unit Satreskrim Polres Kulon Progo.
Novi menjelaskan, polisi masih mendalami kasus ini demi mencari tahu ada tidaknya peran-peran pihak lain selain keempat tersangka.
Adapun untuk 18 calon PMI yang sebelumnya juga sempat dimintai keterangan oleh polisi, kini mereka berada di Rusunawa Giripeni, Wates.
"Sementara mereka diinapkan di rusunawa," tutur Novi.
Sebelumnya, Polres Kulon Progo, D.I.Yogyakarta mengamankan 18 orang yang diduga sebagai korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dari sebuah penginapan di wilayah Temon, Kamis (15/6).
Belasan orang itu mayoritas berjenis kelamin laki-laki dan berasal dari wilayah Jawa Tengah, seperti Grobogan, Purworejo, Cilacap, serta Purwodadi. Hanya dua orang yang berasal dari Magetan, Jawa Timur.
"Para calon PMI sebelumnya ditampung di Bali selama empat bulan dan mulai menginap di Temon, Kulon Progo, mulai Senin 5 Juni 2023," terang Novi.
Hasil permintaan keterangan, mereka tidak mempunyai kelengkapan dokumen yang sah sebagai calon pekerja migran di Selandia Baru.