Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Anang Achmad Latif didakwa melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dari hasil dugaan korupsi penyediaan menara Base Transceiver Station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung 1, 2, 3, 4 dan 5.
Hal itu diketahui dari surat dakwaan yang dibacakan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa (27/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Telah melakukan atau turut serta melakukan, menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)," ujar jaksa.
Jaksa menuturkan Anang menerima uang senilai Rp5 miliar dari dugaan korupsi penyediaan menara BTS. Uang itu ia gunakan untuk kepentingan pribadi.
Seperti untuk membeli satu unit sepeda motor BMW R 1250 GS Adv Anniversary 40 Years VIN 2022 No. Pol. D 4679 ADV seharga Rp950 juta. Kemudian membeli satu unit rumah di Tatar Spatirasmi-Kota Baru Parahyangan Bandung miliaran rupiah.
Melakukan pelunasan atas pembelian satu unit rumah di South Grove Nomor 8 Jalan Lebak Bulus 1, Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan dan membeli satu unit Mobil BMW X5 warna Hitam tahun 2022 No. Pol. B 1869 ZJC kurang lebih seharga Rp1,8 miliar.
"Dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan," kata jaksa.
Kasus ini menyebabkan kerugian keuangan negara mencapai Rp8.032.084.133.795,51 (Rp8 triliun). Jumlah tersebut berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Nomor: PE-03.03/SR/SP-319/D5/02/2023 tanggal 6 April 2023 yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Anang didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 atau Pasal 4 UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Anang diduga melakukan tindak pidana bersama-sama dengan Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate; Tenaga Ahli pada Human Development Universitas Indonesia (HUDEV UI) Yohan Suryanto; Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan.
Kemudian Galumbang Menak Simanjuntak, Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia; Mukti Ali, Account Director PT Huawei Tech Investment; Windi Purnama, Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera; dan Muhammad Yusrizki Muliawan, Direktur PT Basis Utama Prima.
Masing-masing terdakwa dilakukan penuntutan dalam berkas perkara terpisah.
Jaksa merinci setiap individu dan korporasi yang turut diperkaya dalam kasus ini. Plate menerima Rp17.848.308.000,00 (Rp17 miliar); Yohan menerima Rp453.608.400; Irwan menerima Rp119 miliar; Windi menerima Rp500 juta; Yusrizki menerima Rp50 miliar dan US$2,5 juta.
Jaksa mengatakan para terdakwa juga diduga memperkaya sejumlah korporasi. Yakni Konsorsium FiberHome PT Telkominfra PT Multi Trans Data (PT MTD) untuk Paket 1 dan 2 sebesar Rp2.940.870.824.490 (Rp2,9 triliun).
Konsorsium Lintasarta Huawei SEI untuk paket 3 sebesar Rp1.584.914.620.955 (Rp1,5 triliun) dan Konsorsium IBS dan ZTE Paket 4 dan 5 sebesar Rp3.504.518.715.600 (Rp3,5 triliun).
(ryn/fra)