Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menyatakan pembangunan masjid di lokasi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) masa lalu Rumoh Geudong di Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh, sudah sesuai dengan permintaan dan keinginan masyarakat setempat.
"Jadi ini tidak langsung bangun apa, bangun apa, tidak sesuai dengan keinginan masyarakat," kata Jokowi di sela-sela peluncuran program penyelesaian nonyudisial pelanggaran HAM berat yang berlangsung di Rumoh Geudong, Gampong Bili Aron, Pidie, Selasa (27/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelum dibangun, menurut Jokowi, pemerintah telah lebih dulu menyerap aspirasi terkait apa yang diinginkan masyarakat di lokasi tersebut, sehingga masyarakat meminta untuk dibangunkan masjid.
Begitu juga, dengan dua lokasi pelanggaran HAM berat di Aceh yang masuk dalam 12 pelanggaran HAM diakui negara yakni peristiwa Simpang KKA di Aceh Utara dan Jamboe Keupok di Aceh Selatan.
Jokowi mengatakan pembangunan masjid sekaligus living park di Rumoh Geudong tersebut akan dimulai pada September 2023. Pemerintah juga akan melakukan hal yang sama untuk Simpang KKA dan Jamboe Keupok.
"Nanti satu-satu diselesaikan, yang lain didesain dulu, bertanya kepada masyarakat, keinginan masyarakat seperti apa. Seperti disini (Rumoh Geudong), keinginannya, pak kami ingin dibangunkan masjid, oke, ada masjid di taman itu," kata Jokowi.
Dia mengatakan proyek living park dan masjid di lokasi bekas tempat pelanggaran HAM Berat Rumoh Geudong itu dengan konsep memuat sejarah peristiwa di sana.
Jokowi pun menegaskan ada beberapa sisa dari Rumoh Geudong yang tetap dipertahankan, seperti tangga dan sumur. Selain itu, kata dia, nanti juga akan dibangun monumen pengingat peristiwa pelanggaran masa lalu tersebut.
"Oleh sebab itu dibuat taman yang bisa dipakai masyarakat di sini, mengingat tapi dalam perspektif yang positif bukan negatif sehingga dibangun living park itu," kata Presiden.
Peluncuran program pelaksanaan rekomendasi penyelesaian non-yudisial pelanggaran HAM berat di Aceh merupakan agenda Jokowi yang menandai dimulainya pemenuhan hak korban pelanggaran HAM berat nonyudisial.
Beberapa waktu lalu, Jokowi telah mengumumkan komitmen pemerintah dalam penyelesaian nonyudisial 12 kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia.
Di tempat yang sama, Menko Polhukam Mahfud MD menegaskan sisa bangunan Rumah Geudong tak dihancurkan.
"Jadi tidak ada yang dibongkar dan dibuang, sebelumnya juga hanya sisa-sisa saja. Ini dilanjutkan aja yang sisa bangunan tersebut," kata Mahfud.
Mahfud menerangkan peristiwa pelanggaran HAM berat di Rumoh Geudong terjadi pada 1989-1998. Eks hakim konstitusi itu menegaskan bangunan yang tersisa dari Rumoh Geudong tersebut akan terus dirawat, seperti undakan tangga dan sumur yang masih ada di sana.
"Rumoh Geudong akan dibentuk seperti yang adanya dulu, tidak dibangun monumen karena kalau monumen lebih bagus didirikan di nasional saja," kata Mahfud.
Pada kesempatan tersebut, sebelumnya Mahfud mengungkapkan setidaknya ada tiga alasan mengapa Aceh dipilih menjadi lokasi peluncuran penyelesaian nonyudisial pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat masa lalu.
"Pertama, kontribusi penting dan bersejarah rakyat dan Provinsi Aceh terhadap kemerdekaan Indonesia," kata Mahfud saat menyampaikan laporan dalam Peluncuran Program Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat di Pidie.
Kedua, penghormatan negara terhadap bencana kemanusiaan tsunami 2004 di Aceh. Dan ketiga, respek pemerintah yang begitu tinggi terhadap proses perdamaian yang berlangsung di Aceh.
"Ketiga hal tersebut memiliki dimensi kemanusiaan yang kuat, relevan dengan agenda pemenuhan hak korban, dan pencegahan yang sudah, sedang, dan akan terus dilakukan," tutur Mahfud.
Sebelumnya negara melalui Presiden Jokowi pada 11 Januari 2023 mengakui terjadinya pelanggaran HAM berat dalam 12 peristiwa di masa lampau. Pengakuan itu kemudian dilanjutkan dengan pembentukan Tim Penyelesaian Non-yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu (PPHAM) yang menghasilkan rekomendasi untuk dilakukan mulai hari ini.
Adapun 12 pelanggaran HAM berat masa lalu yang diakui adalah Peristiwa 1965-1966, Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985, Peristiwa Talangsari di Lampung 1989, Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis di Aceh 1989, Peristiwa Penghilang Orang Secara Paksa 1997-1998, dan Peristiwa Kerusuhan Mei 1998.
Kemudian Peristiwa Trisakti dan Semanggi I-II 1998-1999, Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999, Peristiwa Simpang KKA Aceh 1999, Peristiwa Wasior Papua 2001-2002, Peristiwa Wamena Papua 2003, dan Peristiwa Jambo Keupok Aceh 2003.
Presiden Jokowi yang hadir langsung dalam Peluncuran Program Pelaksanaan Rekomendasi PPHAM menegaskan luka akibat pelanggaran HAM berat masa lalu harus segera dipulihkan agar Indonesia dapat bergerak maju.
"Ini untuk memulihkan luka bangsa akibat pelanggaran HAM berat masa lalu yang meninggalkan beban yang berat bagi para korban dan keluarga korban. Karena itu, luka ini harus segera dipulihkan agar kita mampu bergerak maju," ujar Jokowi.
Dalam acara tersebut dilaksanakan penyerahan simbolik pemulihan hak-hak korban pelanggaran HAM berat kepada delapan orang perwakilan.