Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Anang Achmad Latif menilai dakwaan jaksa penuntut umum dalam kasus dugaan korupsi penyediaan menara Base Transceiver Station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung 1, 2, 3, 4 dan 5 tidak logis.
Hal itu disampaikan tim penasihat hukum Anang dalam sidang pembacaan nota keberatan atau eksepsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (4/7).
Pengacara Anang, Jefri Moses, menyoroti dakwaan jaksa yang menyebut kliennya memperkaya diri sebesar Rp5 miliar namun dituding melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) melebihi nominal tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bahwa uraian tersebut tidak logis karena mendakwakan penggunaan uang yang jumlahnya jauh lebih besar dari penghasilan yang tidak sah yang didakwakan," ujar Jefri.
Menurut Jefri, surat dakwaan jaksa terhadap Anang tidak menguraikan dengan cermat, jelas dan lengkap mengenai cara, proses dan sumber uang sehingga kliennya didakwa menggunakan uang yang lebih besar jumlahnya daripada jumlah uang yang didakwakan sebagai penghasilan tidak sah.
Oleh karena itu, Jefri meminta majelis hakim yang mengadili perkara ini untuk menyatakan dakwaan jaksa batal demi hukum.
"Menyatakan perkara atas nama terdakwa Anang Achmad Latif tidak dilanjutkan pemeriksaannya," ucap Jefry.
Sebelumnya, jaksa mengungkapkan Anang menerima uang senilai Rp5 miliar dari dugaan korupsi penyediaan menara BTS. Uang itu ia gunakan untuk kepentingan pribadi.
Yaitu untuk membeli satu unit sepeda motor BMW R 1250 GS Adv Anniversary 40 Years VIN 2022 No. Pol. D 4679 ADV seharga Rp950 juta. Kemudian membeli satu unit rumah di Tatar Spatirasmi-Kota Baru Parahyangan Bandung senilai Rp6.711.204.300,00 (Rp6,7 miliar).
Melakukan pelunasan atas pembelian satu unit rumah di South Grove Nomor 8 Jalan Lebak Bulus 1, Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan dan membeli satu unit Mobil BMW X5 warna Hitam tahun 2022 No. Pol. B 1869 ZJC kurang lebih seharga Rp1,8 miliar.
"Dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan," kata jaksa.
Kasus ini menyebabkan kerugian keuangan negara mencapai Rp8.032.084.133.795,51 (Rp8 triliun). Jumlah tersebut berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Nomor: PE-03.03/SR/SP-319/D5/02/2023 tanggal 6 April 2023 yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Anang didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan Pasal 3 atau Pasal 4 UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Anang diduga melakukan tindak pidana bersama-sama dengan Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate; Tenaga Ahli pada Human Development Universitas Indonesia (HUDEV UI) Yohan Suryanto; Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan.
Kemudian Galumbang Menak Simanjuntak, Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia; Mukti Ali, Account Director PT Huawei Tech Investment; Windi Purnama, Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera; dan Muhammad Yusrizki Muliawan, Direktur PT Basis Utama Prima.
Masing-masing terdakwa dilakukan penuntutan dalam berkas perkara terpisah.
(ryn/isn)