Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami dugaan pembayaran survei elektabilitas untuk menaikkan pamor Bupati Kapuas nonaktif Ben Brahim S Bahat (BBSB) kepada Manajer Keuangan lembaga survei, Poltracking Indonesia, Anggraini Setio Ayuningtyas.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri menjelaskan Anggaraini dan beberapa saksi lain diperiksa tim penyidik di Gedung Merah Putih KPK, Senin (3/7).
"Anggraini Setio Ayuningtyas (Manager Keuangan PT. Poltracking Indonesia), saksi hadir dan didalami pengetahuannya di antaranya terkait dugaan pembayaran survei elektabilitas untuk menaikkan pamor Tersangka BBSB dalam rangka maju Pilgub Kalteng," ujar Ali dalam keterangan tertulis, Selasa (4/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, saksi lain, yakni Dealdo Dwirendragraha Bahat (wiraswasta); Bella Brittani Bahat (wiraswasta); Yanuar Yassin Anwar (karyawan swasta); Esty Novelina Karuniani (wiraswasta); Sartono (karyawan swasta) turut hadir dalam agenda pemeriksaan itu.
Ali mengatakan lima saksi itu didalami soal dugaan kepemilikan berbagai aset Ben Brahim.
Kendati demikian, Christine (Finance Hotel Intercontinental Pondok Indah) dan Raden Kusmartono (PPAT/Notaris) tidak hadir dan masih bakal dilakukan pemanggilan kembali oleh KPK.
Lembaga antirasuah sebelumnya juga telah memeriksa Direktur Keuangan Poltracking Indonesia Erma Yusriani dan Direktur Keuangan Indikator Politik Indonesia Fauny Hidayat pada Senin (26/6).
Ben Brahim dan anggota DPR Fraksi NasDem sekaligus istrinya Ary Egahni Ben Bahat diproses hukum dalam kasus dugaan korupsi pemotongan anggaran yang seolah-olah dianggap utang dan suap.
Keduanya diduga menerima uang sebesar Rp8,7 miliar. Uang itu digunakan di antaranya untuk operasional pemilihan calon Bupati Kapuas dan Gubernur Kalteng termasuk pemilihan anggota legislatif yang diikuti Ary tahun 2019.
Lalu, uang itu juga diperuntukkan untuk membayar dua lembaga survei nasional yakni Poltracking Indonesia dan Indikator Politik Indonesia.
Ben dan Ary disangkakan melanggar Pasal 12 huruf f dan Pasal 11 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.