DPR dijadwalkan akan melakukan pembicaraan tingkat II atau mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Kesehatan pada rapat paripurna, Selasa (11/7) pukul 12.30 WIB.
Berdasarkan surat undangan nomor B/288/PW.11.01/7/2023 yang diterima CNNIndonesia.com, tertulis tiga agenda dalam rapat paripurna besok. Salah satunya pembicaraan tingkat II atau pengambilan keputusan terhadap RUU tentang Kesehatan.
"Betul [RUU Kesehatan akan disahkan dalam rapat paripurna besok]," kata Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi NasDem Irma Suryani Chaniago saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (10/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dikonfirmasi terpisah, Ketua Panja RUU Kesehatan Melki Laka Lena tak membenarkan secara langsung terkait agenda pengesahan, namun ia mengkonfirmasi rapat paripurna akan membahas terkait RUU Kesehatan pada besok siang.
"Sesuai undangan, ini artinya besok siang," kata Melki.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad sebelumnya juga mengatakan RUU tentang Kesehatan dipertimbangkan untuk dibawa ke rapat sidang paripurna terdekat. Ia menjelaskan calon beleid itu sudah dibawa ke Rapat Pimpinan (Rapim) dan Badan Musyawarah (Bamus) pada pekan lalu.
Adapun masa sidang DPR akan ditutup pada Kamis (13/7) melalui rapat paripurna dan dilanjutkan dengan reses sampai dengan 15 Agustus 2023.
Sebanyak tujuh fraksi yakni PDIP, Golkar, Gerindra, NasDem, PKB, PAN, dan PPP sebelumnya setuju untuk melanjutkan pembahasan RUU Omibus Law Kesehatan pada rapat paripurna DPR RI dengan beberapa catatan, sementara dua fraksi lainnya di parlemen yakni Demokrat dan PKS menolak.
Perwakilan dari sembilan partai parlemen itu menyatakan kesepakatan dan penolakan usai membacakan pendapat akhir mini fraksi. DPR dan pemerintah selanjutnya telah sepakat membawa RUU Kesehatan ke dalam pembicaraan tingkat II dalam rapat paripurna ke depan.
RUU Kesehatan mengalami penolakan dari berbagai pihak, khususnya lima organisasi profesi (OP) di Indonesia.
Kelima OP yang dimaksud adalah Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNII), Ikatan Bidan Indonesia (IBI) dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).
Pertama, mereka menilai RUU Kesehatan dinilai berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum terkait organisasi keprofesian baik kedokteran, kedokteran gigi, keperawatan, kebidanan, dan apoteker.
Sebab menurut mereka dalam RUU ini, sembilan undang-undang yang terkait keprofesian dan kesehatan dihilangkan. OP menilai penghapusan undang-undang yang secara khusus atau lex specialis mengatur tentang keprofesian itu akan berdampak pada kepastian hukum profesi.
Mereka menganggap RUU itu belum bisa menjamin perlindungan dan kepastian hukum tenaga medis atau kesehatan. Kedua, OP menganggap RUU 'Sapu Jagat' itu telah menghapuskan anggaran pembiayaan nakes yang sebelumnya sebesar 10 persen tertuang dalam APBN dan APBD.
Ketiga, OP mengatakan pasal terkait aborsi dalam RUU Kesehatan dapat berpotensi meningkatkan angka kematian. Sebelumnya, pasal aborsi mengatur maksimal 8 minggu. Akan tetapi, dalam RUU ini aborsi diperbolehkan hingga 14 minggu.
Keempat, OP juga menilai pembahasan RUU Kesehatan terkesan terburu-buru alias dikebut untuk disahkan. Kelima, mereka menyebut dalam penyusunan hingga pembahasan, lima OP sebagai pemangku kepentingan tidak dilibatkan. Bahkan menurut mereka cenderung tak didengar.
Keenam, OP juga menyoroti Pasal 235 RUU Kesehatan yang disebut memperbolehkan dokter asing untuk berkarya di rumah sakit Indonesia. OP menilai 'impor' tenaga kesehatan asing dapat berisiko terhadap pelayanan kesehatan masyarakat.
(khr/ain)