Kekhawatiran serupa juga disampaikan Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari. Ia memandang dengan kewenangan yang begitu besar, penunjukan Pj Kepala Daerah oleh pemerintah pusat sangat rawan diselewengkan.
Feri mengkritik penerbitan Permendagri Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pj Kepala Daerah juga tidak sejalan dengan amanat konstitusi. Ia mengingatkan Pasal 18 UUD Tahun 1945 mengamanatkan agar kepala daerah dipilih secara demokratis, baik langsung maupun tidak langsung.
"Pilihan demokratis penunjukan Pj Kepala Daerah adalah melalui pemilihan di DPRD Provinsi atau Kabupaten. Tugas Pemerintah Pusat hanya melantik saja," jelasnya kepada CNNIndonesia.com, Selasa (11/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Karenanya dengan mekanisme seperti itu, Feri menilai penunjukan Pj Kepala Daerah yang dilakukan pemerintah murni sebagai penempatan politis.
Menurutnya, pemerintah hanya ingin menempatkan sosok-sosok yang dinilai dapat membantu perolehan suara atau paling tidak menahan perolehan suara lawan pada saat Pemilu 2024 mendatang.
"Sedari awal kami sudah menyarankan agar pemerintah mematuhi UUD 1945, bahwa Kepala Daerah harusnya dipilih secara demokratis. Tetapi pemerintah sedari awal memang ingin menempatkan figur-figur tertentu dalam jabatan tersebut," tuturnya.
Nuansa politis itu, kata dia, juga semakin menguat dengan preseden penunjukan sejumlah Pj Kepala Daerah yang telah dilakukan pada Tahun 2022 kemarin.
Salah satu contohnya yakni pada penentuan Pj Gubernur Aceh. Saat itu, DPRD Provinsi Aceh hanya mengusulkan Sekretaris Daerah Provinsi Aceh Bustami sebagai calon tunggal Pj Kepala Daerah.
Dalam perjalanannya, Kemendagri juga ikut mengusulkan dua nama kepada Presiden Joko Widodo sebagai calon Pj Gubernur Aceh yakni Mantan Asisten Teritori KASAD Mayjen TNI (Purn) Achmad Marzuki dan Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri Syafrizal.
Meskipun nama Bustami juga diserahkan kepada pihak Istana, pilihan Jokowi pada akhirnya tetap jatuh kepada Achmad Marzuki yang berasal dari usulan Kemendagri.
"Itu salah satu contohnya. Hal yang sama juga terjadi di daerah-daerah lain," tuturnya.
Lebih lanjut, Feri juga mengaku khawatir apabila Pj kepala daerah yang ditunjuk pemerintah pusat tidak akan akan benar-benar paham permasalahan yang ada daerah. Khususnya di daerah-daerah rawan konflik, seperti Papua dan Aceh.
Padahal penunjukan Pj Kepala Daerah seyogyanya dilakukan untuk mengisi kekosongan jabatan dan melaksanakan pelbagai kebijakan pemerintahan daerah.
"Makanya tidak mungkin memahami permasalahan. Jika dipilih terpusat pasti sangat pusat (pemikirannya) padahal harus memahami daerah, itu sebabnya mekanismenya harus di DPRD saja untuk memilih Pj kepala daerah," pungkasnya.
Lihat Juga : |