ANALISIS

Pj Gubernur & Nuansa Politik 'Orang Pusat' di Lumbung Suara Pulau Jawa

CNN Indonesia
Rabu, 12 Jul 2023 10:23 WIB
Presiden Joko Widodo makan siang bersama Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan sejumlah gubernur di sela-sela Rapat Koordinasi Nasional Kepala Daerah dan Forkopimda Tahun 2023 di Bogor, Selasa (17/1). (CNN Indonesia/Dhio Faiz Syarahil)
Jakarta, CNN Indonesia --

Penunjukan Penjabat (Pj) Kepala Daerah harus dilakukan secara transparan. Mulai dari pengusulan calon hingga akhirnya resmi ditunjuk.

Bukan tidak mungkin penunjukan Pj Kepala Daerah justru akan menimbulkan polemik baru apabila ditemukan kedekatan atau afiliasi terhadap Capres atau Partai Politik tertentu.

Pemerintah sepatutnya tidak menjadikan momentum penunjukan Penjabat (Pj) Kepala Daerah sebagai alat untuk memobilisasi suara Pemilu 2024.

Tiga kepala daerah di pulau Jawa, yang menjadi lumbung suara terbesar Pemilu, diketahui masa jabatannya akan habis paling lambat akhir Desember mendatang.

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo akan selesai bertugas pada 5 September 2023. Sementara Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa bakal menyelesaikan jabatannya di 31 Desember.

Merujuk Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), seluruh agenda pemilihan umum akan digelar serentak pada November 2024. Artinya, melalui aturan tersebut, tidak akan ada Pilkada yang diselenggarakan pada tahun 2022 dan 2023.

Sementara melalui Permendagri Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pj Kepala Daerah, pemerintah khususnya Presiden diberikan kewenangan untuk menunjuk Pj Kepala Daerah yang kosong.

Pengamat Politik Universitas Andalas Asrinaldi berpendapat, sulit untuk tidak khawatir apabila penunjukan Pj Gubernur di tiga daerah tersebut tidak bermuatan politis. Pasalnya, ia menilai kewenangan terbesar dalam penentuan Pj Kepala Daerah ada di tangan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan Presiden.

"Mengenai penunjukan Pj, sebenarnya ini terkait dengan apa yang diatur oleh UU Nomor 10 Tahun 2016, kemudian diturunkan menjadi Permendagri. Cuma persoalannya Menteri itu jabatan yang diberikan secara politis," ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Rabu (12/7).

Nuansa politis tersebut, kata dia, juga semakin kental mengingat ketiga daerah tersebut bakal menjadi lumbung suara terbesar bagi Calon Presiden ataupun Partai Politik.

Hal itu juga sejalan dengan data Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024 milik Komisi Pemilihan Umum (KPU), yang mencatat bahwa ketiga daerah tersebut berada di posisi atas sebagai penyumbang suara terbanyak.

Rinciannya Jawa Barat dengan 35.714.901 pemilih, Jawa Timur dengan 31.402.838 pemilih, dan Jawa Tengah dengan 28.289.413 pemilih.

Di sisi lain dengan tidak ada pengurangan wewenang bagi Pj Kepala Daerah, ia menilai siapapun yang ditunjuk juga memiliki kekuasaan yang besar untuk memobilisasi massa.

"Ini kan menjadi lumbung suara, kalau tiga daerah itu dikuasi secara maksimal, ya baik itu Pemilu atau Pilkada itu bisa memenangkan Calon Presiden atau Partai Politik tertentu. Jadi memang harus diawasi," tegasnya.

Oleh karenanya, ia mewanti-wanti pemerintah khususnya Mendagri agar seluruh proses penentuan Pj Kepala Daerah mulai dari pengusulan calon hingga akhirnya resmi ditunjuk dapat dilakukan secara transparan.

Pasalnya, bukan tidak mungkin penunjukan Pj Kepala Daerah justru akan menimbulkan polemik baru apabila ditemukan kedekatan atau afiliasi terhadap Capres atau Partai Politik tertentu.

"Sekarang tinggal bagaimana masyarakat sipil mengawasinya. Apakah ada afiliasi antara orang-orang yang dipilih pusat, kepada partai, atau kepada calon tertentu. Ini yang perlu diawasi bersama," tuturnya.

"Kita sama-sama berharap bahwa tidak ada kepentingan dari para Pj di tiga daerah ini. Karena tiga daerah ini memang lumbung suara dan menjadi kunci kemenangan Pemilu yang diikuti Parpol atau Capres," imbuhnya.

Berlanjut ke halaman berikutnya...

Pj Kepala Daerah Cukup Dipilih DPRD


BACA HALAMAN BERIKUTNYA
HALAMAN :