
Pengesahan RUU Kesehatan menjadi undang-undang dinilai akan mengancam nasib tenaga kesehatan honorer.
Sebab, kewajiban pemerintah mengalokasikan anggaran dalam jumlah tertentu atau mandatory spending untuk belanja di bidang kesehatan dihapus dalam UU Kesehatan.
Menurut Ketua PPNI Harif Fadhillah, ada sekitar 80 ribu nakes berstatus honorer dan sukarelawan di daerah. Ia mengatakan adanya kewajiban alokasi anggaran 5 persen dari APBN saja banyak nakes yang belum mendapatkan insentif layak.
Sementara itu, Menkes Budi Gunadi Sadikin beralasan kewajiban alokasi anggaran dihapus karena besarnya belanja yang dilakukan belum tentu berdampak efektif pada kesehatan penduduk Indonesia.