Muhammad Arif jadi salah satu penumpang perahu tempel (katinting-red) yang selamat saat kapal itu tenggelam di Mawasangka Timur, Kabupaten Buton Tengah, Sulawesi Tenggara.
Musibah pada Minggu (23/7) malam itu menewaskan 15 penumpang kapal, termasuk enam sanak famili Arif. Ia bercerita berhasil selamat dari musibah itu dengan cara berenang sejauh 100 meter sambil menyelamatkan sepupunya.
"Saat kejadian tersebut, saya menggandeng sepupu saya berenang sejauh 100 meter untuk menuju ke daratan dan alhamdulillah kami bisa selamat," kata Arif di Mawasangka Timur Kabupaten Buton Tengah, Selasa (25/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Arif mengaku tidak tahu persis penyebab banyak korban jiwa di musibah tersebut. Tetapi saat itu ia mengaku punya firasat perahu akan tenggelam. Firasat datang setelah ia melihat air laut sudah masuk ke dalam perahu dan posisi perahu sudah miring.
Dia menuturkan ketika perahu tempel itu mulai miring dan air laut mulai masuk ke perahu, penumpang yang ada di dalamnya mulai panik dan semuanya berdiri untuk menyelamatkan diri. Tak lama kemudian perahu itu terbalik.
"Ada banyak faktor, mungkin tertimpa perahu yang tenggelam. Mau lompat ke mana karena posisi perahu katinting itu langsung terbalik," katanya.
Ia menjelaskan saat kejadian itu kebetulan dirinya berada di bagian paling depan kapal. Ia meloncat jauh begitu tahu kapal akan tenggelam.
Usai melompat, Arif mengaku mendengar sepupunya yang masih duduk di bangku SMP itu memanggilnya. Sepupu itu berteriak tidak bisa berenang.
Mendengar itu, ia langsung berenang ke arah suara dan menolong sepupunya tersebut.
"Jangan kau pegang badanku, tetapi saya saja yang pegang bajumu karena kalau kamu pegang badanku, sama-sama kita akan tenggelam," cerita Arif.
Muhammad Arif kehilangan enam sanak familinya yang meninggal dalam musibah perahu tenggelam di Teluk Liana Bangai Kecamatan Mawasangka Timur Kabupaten Buton Tengah, Sulawesi Tenggara.
Sementara itu Kepala Desa Lagili Kecamatan Mawasangka Timur Kabupaten Buton Tengah, Tamsir, mengatakan dirinya sangat berduka dan sedih yang sangat mendalam dengan kejadian tersebut. Ini menjadi pukulan dan pelajaran agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi.
"Kami akan secepatnya kumpulkan para pelaku ojek laut penyeberangan untuk diberikan edukasi soal keselamatan penyeberangan supaya kejadian ini tidak terulang lagi," katanya.
Sebenarnya, lanjut dia, daya tampung ojek perahu (katinting) idealnya ditumpangi 14-15 orang tetapi pada saat kejadian kapal itu diisi 40 lebih orang penumpang.
Makanya, katanya, saat mengumpulkan para pelaku ojek perahu ini akan ditegakkan aturannya soal jumlah penumpang ojek perahu harus berapa supaya masyarakat pengguna jasa ojek perahu bisa lebih nyaman dan keselamatan yang paling utama.
"Ini kejadian pertama karena sebelumnya musibah yang terjadi di sini hanya perahu mati mesin atau kehabisan bahan bakar saja," katanya.
Ia menambahkan jarak tempuh penyeberangan laut itu dari Mawasangka Timur ke Mawasangka Tengah hanya 1 kilometer dan bisa ditempuh dengan ojek laut sekitar 10 menit.
Menurut dia, ada jalan darat dari Mawasangka Timur ke Mawasangka Tengah tetapi jarak tempuhnya lebih jauh dan lebih lama. "Kalau harus memutar dengan kecepatan 60 kilometer per jam memerlukan waktu satu jam lebih," katanya.
Ia berharap supaya ke depannya dibuatkan jembatan penyeberangan dari Mawasangka Timur ke Mawasangka Tengah.
"Kami berharap ada jembatan penyeberangan di sini," demikian Tamsir.
Kapal penyeberangan yang tenggelam ini mengangkut 48 penumpang. Dari jumlah itu 15 penumpang dinyatakan tewas, selebihnya berhasil diselamatkan.
(antara/wis)