Pom TNI Tak Mau Salahi Prosedur soal Perwira Tersangka Suap Basarnas
Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI tidak ingin salah produser dalam menetapkan dua anggota TNI sebagai tersangka kasus dugaan korupsi di lingkungan Basarnas.
Dua perwira pangkat tinggi dan menengah TNI yang terseret kasus itu adalah Kabasarnas RI periode 2021-2023 Marsdya Henri Alfiandi dan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas, Letkol Adm Afri Budi Cahyanto.
"Sabar, kita tidak mau salah prosedur," kata Komandan Puspom TNI Marsekal Muda Agung Handoko saat dihubungi, Senin (31/7).
Agung menjawab pertanyaan apakah dua anggota itu telah ditetapkan tersangka atau belum.
Ia mengatakan kini pihaknya masih berkoordinasi dengan KPK soal barang bukti dalam kasus tersebut. Agung memastikan komitmen TNI dalam penegakan hukum.
"Kita masih koordinasi dengan KPK mengenai barang bukti untuk kelengkapan proses penyidikan. TNI sangat komitmen untuk menegakkan hukum," katanya.
KPK sebelumnya mengumumkan penetapan total lima tersangka terkait kasus dugaan korupsi suap menyuap pada pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan Tahun Anggaran 2023 di Basarnas RI.
Mereka ialah Kabasarnas RI periode 2021-2023 Henri Alfiandi; Anggota TNI AU sekaligus Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas, Letkol Adm Afri Budi Cahyanto; Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati (MGCS) Mulsunadi Gunawan; Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati (IGK) Marilya; dan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama (KAU) Roni Aidil.
Henri bersama dan melalui Afri Budi diduga menerima suap dari beberapa proyek di Basarnas tahun 2021 hingga 2023 sejumlah sekitar Rp88,3 miliar dari berbagai vendor pemenang proyek.
Puspom TNI belakangan keberatan dengan penetapan anggota TNI sebagai tersangka lantaran dinilai bukan kewenangan KPK.
Setelahnya, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak meminta maaf kepada rombongan Puspom TNI atas polemik penanganan kasus tersebut. Johanis menyatakan terdapat kekhilafan dari tim penyelidik saat melakukan OTT.
Mengacu kepada Undang-undang, Johanis menjelaskan lembaga peradilan terdiri dari empat yakni militer, umum, agama dan Tata Usaha Negara (TUN).
Ia mengatakan peradilan militer khusus untuk anggota militer, sedangkan peradilan umum untuk sipil.
"Ketika ada melibatkan militer, maka sipil harus menyerahkan kepada militer," ujar Johanis.
Lihat Juga : |