HARI MASYARAKAT ADAT DUNIA

Warisan Air Mata dan Misi Mengamankan Hutan Adat Konda Sorong Selatan

CNN Indonesia
Rabu, 09 Agu 2023 13:01 WIB
Masyarakat adat di Sorong Selatan tak ingin tempat hidupnya diinvasi perusahaan sawit. Oleh karena itu mereka menempuh misi demi mendapat status hutan adat.
Masyarakat adat di Distrik Konda, Papua Barat tak mau tempat hidupnya menjadi perkebunan sawit, sehingga ingin dijadikan hutan adat (Arsip Konservasi Indonesia)
Sorong Selatan, CNN Indonesia --

Tak pernah ada pikiran untuk meninggalkan hutan. Kehidupan dan kebahagiaan mereka peroleh dari sana. Sejak kecil hingga dewasa.

Mereka adalah masyarakat adat di Distrik Konda, Kabupaten Sorong Selatan, Papua Barat Daya. Kampung tempat tinggal mereka diselimuti hutan yang masih lestari. Tiada polusi.

Pohon sagu di mana-mana. Buah-buahan cempedak, langsat, pisang, durian pun mereka ambil untuk dikonsumsi. Kadang juga dijual jika sedang butuh uang. Begitu pun dengan kayu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hutan bak orang tua yang memenuhi kebutuhan hidup mereka setiap hari. Menjaganya adalah keharusan. Demi hidup hari ini dan anak cucu di masa depan.

Warga adat di Distrik Konda bertekad wilayahnya ditetapkan sebagai hutan adat oleh pemerintah pusat agar terhindar dari tangan-tangan yang ingin mengalihfungsikan ruang hidup mereka. 

Misi yang ditempuh adalah pemetaan partisipatif semua masyarakat. Difasilitasi Konservasi Indonesia, yayasan yang fokus pada pelestarian lingkungan.

Insert Grafis Pemetaan Partisipatif di Distrik KondaPemetaan Partisipatif di Distrik Konda (CNNIndonesia/Asfahan Yahsyi)

Ujung dari upaya pemetaan partisipatif adalah penentuan batas wilayah antar suku dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Hasilnya berupa peta wilayah beserta identitas suku yang hidup di dalamnya.

Upaya akan berlanjut dengan pengajuan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) agar menetapkan hutan adat di lokasi hasil pemetaan partisipatif oleh masyarakat Distrik Konda.

"Kami memfasilitasi supaya mendapat pengakuan dari pemerintah. Hal ini sangat penting demi mendukung pengelolaan hutan secara berkelanjutan," ucap Charles Tawaru, Sahul Papua Local Partner Engagement Coordinator Konservasi Indonesia pada akhir Juli Lalu di Teminabuan, Sorong Selatan.

Pemetaan Wilayah Adat

Metode ini dilakukan oleh masyarakat adat di Distrik Konda dengan difasilitasi oleh Konservasi Indonesia. Diawali dengan menentukan tempat penting berupa identitas budaya, misalnya tempat asal mula, tempat keramat, benteng perang, serta kuburan leluhur.

Kemudian, pemetaan partisipatif dilanjutkan dengan penetapan tempat penting sebagai sumber penghidupan. Misalnya dusun sagu, hutan berburu, dan tempat mencari ikan di sungai serta muara.

Nantinya titik-titik penting itu menjadi pijakan dalam membuat peta wilayah tempat hidup masing-masing suku di Distrik Konda.

Distrik Konda merupakan tempat hidup dua suku besar yakni Tehit dan Yaben. Masing-masing memiliki subsuku yang tersebar di lima kampung yakni Manelek, Bariat, Nakna, Konda dan Wamargege.

Suku Tehit terdiri dari subsuku Gemna, Afsya, dan Nakna. Sementara Suku Yaben terdiri dari subsuku Simora, Onipia dan Demen.

Insert Infografis Suku dan Sub-Suku di Distrik KondaFoto: CNNIndonesia/Asfahan Yahsyi

Koordinator lapangan Konservasi Indonesia wilayah Sorong Selatan, Raimer Helweldery menjelaskan bahwa sebelum masyarakat melakukan pemetaan, didahului dengan deklarasi adat pada Mei 2022 lalu.

Semua perwakilan suku hadir. Mereka mengucap komitmen bahwa hutan adat perlu dikelola secara berkelanjutan. Selain itu, perlu pula dipetakan demi mencegah konflik dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari di hutan.

"Yang datang di Deklarasi Adat itu semua perwakilan subsuku yang ada di Distrik Konda, pemda, aparat daerah semuanya hadir," ucap Raimer kepada CNNIndonesia.com di Sorong Selatan akhir Juli lalu.

Pemetaan dilakukan pertama di Kampung Manelek. Di sini, subsuku Gemna dari Suku Tehit yang dominan. Pemetaan dilakukan dalam rentang waktu yang lama, yakni empat bulan mulai Juli hingga Oktober 2022.

Selama empat bulan, Raimer bersama tim dan masyarakat setempat mencari tempat-tempat penting sebagai penanda ruang hidup subsuku Gemna. Hingga kemudian, wilayah dipetakan.

Pemetaan lanjut ke Kampung Bariat. Subsuku Afsya dari Suku Tehit yang dominan tinggal di kampung ini. Masyarakatnya begitu ramah saat CNNIndonesia.com datang berkunjung.

Raimer mengatakan warga setempat sudah mengetahui pemetaan yang dilakukan di kampung sebelumnya. Oleh karena itu, masyarakat sudah paham dan langsung terlibat.

Pemetaan pun dilakukan lebih cepat. Hanya sekitar dua bulan. Rampung pada bulan Desember 2022 lalu.

Kelompok pemuda Keluarga Simat dari Suku Nakna usai melakukan penamaan tempat penting yang menjadi variabel dalam pemetaan partisipatif di Distrik Konda, Kabupaten Sorong Selatan, Papua Barat Daya, 27 April 2023. (Dok.Konservasi Indonesia)Kelompok pemuda Keluarga Simat dari Suku Nakna usai melakukan penamaan tempat penting yang menjadi variabel dalam pemetaan partisipatif di Distrik Konda, Kabupaten Sorong Selatan, Papua Barat Daya, 27 April 2023. (Dok.Konservasi Indonesia)

Tiada Listrik

Kampung ketiga adalah Kampung Nakna. Di sini tim menjumpai kendala ketiadaan listrik. Kampung pun sepi di siang hari karena mayoritas berada di hutan mencari bahan makanan atau sesuatu yang bisa dijual.

"Kami hanya pakai listrik di malam hari. Itu pun pakai solar. Biar hemat, kita pakai di malam hari saja," ucap Raimer.

Meski begitu, pemetaan partisipatif oleh masyarakat di Kampung Nakna berjalan lancar. Warga di sini mayoritas adalah subsuku Nakna dari Suku Tehit. Mereka sudah tahu pemetaan dari kampung sebelumnya, sehingga mendukung upaya yang dilakukan Konservasi Indonesia.

Bulan Februari 2023, pemetaan rampung di Kampung Nakna. Selama pemetaan itu, Raimer bersama tim pun membawa bahan makanan. Warga yang ikut dalam pemetaan tak perlu mencari bahan makanan ke hutan, sehingga pemetaan bisa fokus dilakukan meski tiada listrik di sana.

Hampir Konflik Antarsuku

Pemetaan berikutnya dilakukan di Kampung Konda dan Kampung Wamargege. Jaraknya berdekatan, sehingga dilakukan secara paralel oleh tim.

Raimer mengatakan komposisi penduduk di sini cenderung heterogen. Tak seperti di tiga kampung sebelumnya yang mayoritas dihuni Suku Tehit.

Di Kampung Konda dan Wamargege, ada Suku Tehit dan juga Suku Yaben. Dua suku ini tinggal di hutan yang sama. Suku Tehit yang tinggal adalah subsuku Nakna dan Afsya, sementara Suku Yaben terdiri dari subsuku Simora, Demen dan Onipia.

Bahasa Suku Tehit dan Yaben sangat berbeda. Namun, sejak lama tinggal di lingkungan yang berdekatan di Kampung Konda dan Wamargege.

Raimer mengatakan, saat pemetaan dilakukan bersama Suku Tehit dilakukan, sempat ada singgungan dengan Suku Yaben. Pasalnya, ada tempat yang dianggap penting oleh Suku Tehit dan juga Suku Yaben.

"Konflik tenurialnya tinggi di sini. Hampir terjadi perang suku," kata Raimer.

Masyarakat dari Suku Yaben Simora menandakan salah satu tempat penting saat pemetaan partisipatif di Distrik Konda, Kabupaten Sorong Selatan, Papua Barat Daya, 26 April 2023. (Dok.Konservasi Indonesia)Masyarakat dari Suku Yaben Simora menandakan salah satu tempat penting saat pemetaan partisipatif di Distrik Konda, Kabupaten Sorong Selatan, Papua Barat Daya, 26 April 2023. (Dok.Konservasi Indonesia)

Demi menghindari saling klaim wilayah yang berpotensi menimbulkan klaim, tempat yang dianggap penting oleh kedua suku ditandai dengan dua papan bertuliskan kata dalam Bahasa Tehit dan Yaben.

Masing-masing suku jadi saling menghormati bahwa tempat tersebut memang penting bagi Tehit dan Yaben. Hanya saja penyebutan yang tak sama karena bahasa kedua suku tersebut berbeda.

Raimer mengatakan Suku Yaben sempat mengenakan pakaian siap perang saat melakukan pemetaan wilayah. Senjata pun mereka bawa seperti tombak dan panah.

Pada saat Suku Yaben keliling hutan bersama Konservasi Indonesia, Suku Tehit tidak beraktivitas di sana. Mereka tahu bisa saja ada kesalahpahaman yang menimbulkan konflik. Apalagi, Suku Yaben sudah mengenakan pakaian siap perang lengkap dengan senjatanya.

"Tetapi kami sudah memberikan pemahaman pada dua suku itu. Kalau terjadi pertengkaran, kita semua berhenti. Akibatnya, tidak akan ada peta wilayah yang dibuat. Masyarakat paham bahwa itu semua akan merugikan. Akhirnya mereka setuju pemetaan lanjut dilakukan. Potensi konflik bisa kami redam," ucap Raimer.

Pada Juni 2022, pemetaan partisipatif di lima kampung di Distrik Konda rampung dilakukan. Berikut hasil pemetaan wilayah yang dilakukan warga:

  1. Wilayah Gemna (1) 5.414,6
  2. Wilayah Gemna (2) 365,5
  3. Wilayah Nakna 4.651,8
  4. Wilayah Yaben Demen 2.967,1
  5. Wilayah Yaben Onipia 16.259,8
  6. Wilayah Yaben Simora 8.174,8
Program Manager Konservasi Indonesia Sorong, Papua Barat Daya, Kristian Tebhu saat ditemui di kantornya pada 26 Juli 2023.Program Manager Konservasi Indonesia Sorong, Papua Barat Daya, Kristian Tebhu mengatakan hutan adalah ibu bagi masyarakat adat, sehingga harus dijaga kelestariannya (CNN Indonesia/Bimo Wiwoho)

Masyarakat kini memiliki asal usul identitas mereka, tempat-tempat penting, warisan leluhur hingga peta wilayah secara tertulis. 

Langkah selanjutnya adalah mendapat pengakuan dari Pemkab Sorong Selatan. Masyarakat sedang merumuskan itu semua demi mendapat legalitas dari pemerintah.

Raja Ampat Program Manager Konservasi Indonesia Kristian Thebu mengatakan bahwa pemetaan partisipatif memang harus dilakukan oleh masyarakat adat.

Itu adalah langkah yang tepat dalam proses mendapatkan status hutan adat dari pemerintah pusat. Masyarakat adat saat ini, kata dia, harus menjaga hutan agar tetap bisa lestari untuk keturunan selanjutnya

"Hutan itu mama. karena dari situlah mama memberi kehidupan. Orang tua sekarang harus (kita) jaga. Generasi sekarang jangan meninggalkan air mata, tetapi wariskanlah mata air," kata Kristian.

(bmw)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER