Jakarta, CNN Indonesia --
Vadim hendak pulang setelah mengantar penumpang pada Jumat malam (28/7). Sekitar pukul 22.30 WIB dia melintasi Jalan Brigjen Katamso, Palmerah, Jakarta Barat. Nahas, kabel semrawut yang menjuntai ke aspal menjerat leher pengemudi ojek online itu.
Vadim terjatuh. Kepala bagian belakang membentur aspal. Darah bercucuran dari hidung, mulut, dan telinga akibat luka dalam pada otak. Jepretan kabel itu meninggalkan lebam di leher.
Dia langsung dilarikan ke Rumah Sakit Pelni Petamburan. Saat itu, kondisinya koma. Dokter melakukan banyak tindakan untuk menyelamatkan nyawa Vadim, namun tak berhasil. Dia mengembuskan napas terakhir pada Sabtu pagi, 29 Juli, pukul 05.30 WIB.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Banyak saksi yang mengatakan sebelum kena almarhum itu, dia (kabel) tersangkut di truk dulu, ada truk di depannya. Jadi kabel itu ketarik, bentangan semakin kuat, lalu dia (kabel) njepret ke belakang pas kena leher almarhum," ucap Idi, kakak korban saat ditemui di rumah duka, Jumat (4/8).
"Hasil rontgen ada retak di tempurung kepala karena benturan," kata Idi.
Satu minggu berlalu, suasana duka masih tampak di rumah Vadim di Jalan Kalisari VIII, Pekayon, Jakarta Timur. Tiga karangan bunga belasungkawa berjejer di teras rumah. Potret Vadim mengenakan batik dengan latar belakang biru bersandar di kursi ruang tamu.
Idi tak menyangka adiknya berpulang secepat itu. Pihak keluarga berusaha ikhlas atas musibah tersebut. Mereka pun kecewa dengan pernyataan polisi yang menyebut kecelakaan itu dikarenakan Vadim kurang konsentrasi dan berhati-hati saat berkendara.
Menurut Idi, adiknya selalu waspada di jalan raya. Ia meyakini kecelakaan Vadim karena jeratan kabel optik yang menjuntai hingga membuatnya terpental.
"Jalan agak rame tapi penerangan kurang, kalau pihak kepolisian menerangkan kurangnya konsentrasi berkendara itu tadi di media, ya patut sangat disayangkan. Kalau orang naik motor malam-malam kita konsentrasi fokus ke sinar, kan. Kalau kabel-kabelnya enggak kelihatan karena warnanya hitam," katanya.
 Ilustrasi kabel semrawut di kawasan Kuningan Barat, Jakarta Selatan. Foto diambil pada November 2021. (CNN Indonesia/Safir Makki) |
Kanit Gakkum Polres Metro Jakarta Barat AKP Agus Suwito mengatakan Vadim kurang hati-hati sehingga tersangkut kabel yang menjuntai ke jalan, lalu terjatuh ke aspal.
"Dikarenakan kurang konsentrasi dan hati-hati saat melintas di jalan tersebut, terjadi kecelakaan lalu lintas dengan terkena kabel yang melintang di jalan yang mengakibatkan pengendara terperosok jatuh sebelah kanan," ujarnya.
Idi mengatakan semestinya pihak kepolisian melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) dan melihat rekaman CCTV sebelum menyimpulkan penyebab kejadian ini.
"Penyebabnya itu kabel, kayaknya dari pihak terkait enggak mau disalahkan karena kabel," ujarnya.
Tak ada belasungkawa
Hingga kini pihak keluarga tak mengetahui siapa pemilik kabel fiber optik yang merenggut nyawa sang adik. Kendati demikian, ia masih menunggu itikad baik perusahaan pemilik kabel tersebut meskipun hanya sekadar mengucapkan duka cita.
Kenyataannya, hingga hari ketujuh Vadim meninggal, tak ada satu pun pihak pemilik kabel yang menyambangi kediamannya.
Ia berharap setelah peristiwa ini, pemerintah bertindak serius menertibkan kabel semrawut di Ibu Kota.
"Harapannya dirapikanlah jangan sampai ada korban-korban berikutnya. Ke depan mungkin itu perlu penertiban jalan," ucapnya.
Kepala Bidang Prasarana dan Sarana Utilitas Kota Dinas Bina Marga DKI Jakarta Syamsul Bakhri menyebut nama perusahaan pemilik kabel yang menjerat Vadim hingga tewas.
"Itu kabelnya iForte dan tiangnya pun tiang iForte," kata Syamsul, Jumat (4/8).
PT iForte Solusi Infotek adalah perusahaan komunikasi data dengan lisensi dari Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk menyediakan layanan koneksi internet dengan menggunakan kabel serat optik. Anak usaha Grup Djarum ini berbasis di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat.
"Kami tetap memastikan ke pihak iForte untuk segera menyelesaikan, baik itu terhadap keluarga korban, maupun segera memastikan kondisi dari tiang dan kabel yang terpasang sekarang dan betul-betul tidak membahayakan pengguna jalan," tambahnya.
Saat dikonfirmasi, pihak PT iForte Solusi Infotek enggan menanggapi pertanyaan dari CNNIndonesia.com. Sementara Head of Public Relations & Social Media iForte Solusi Infotek juga tak merespons.
Kabel memutus tenggorokan
Di tempat lain, kabel yang menjuntai di jalanan juga melukai mahasiswa Universitas Brawijaya, Sultan Rif'at Alfatih (20). Lehernya terjerat kabel di Jalan Pangeran Antasari, Jakarta Selatan pada 5 Januari lalu.
Peristiwa ini bermula saat Sultan mengendarai sepeda motornya. Kabel fiber optik yang terjuntai itu awalnya tersangkut di mobil yang melaju di depan Sultan. Kabel itu terseret mobil, hingga akhirnya terlepas lalu mengenai Sultan.
"Sampai pada titik tertentu, kabel ini sudah mentok. Sudah enggak kuat, lepas. Jadi lepas seperti ketapel, menjepret orang di belakang, yaitu anak saya, pas di bagian lehernya," ucap ayah Sultan, Fatih, Rabu (2/8).
Fatih mengatakan insiden itu menyebabkan tulang tenggorokan hingga saluran makanan anaknya putus. Hingga tujuh bulan berlalu, Sultan tak bisa berbicara dan harus bernapas menggunakan alat bantu.
Berdasarkan pantauan CNN Indonesia di lokasi kecelakaan Sultan pada Jumat (4/8), kabel masih menggantung di atas Jalan Pangeran Antasari. Gulungan kabel terikat tali tampak tak beraturan. Beberapa kabel lepas dari gulungan dan menjuntai ke bawah.
Sekitar 10 meter dari lokasi kecelakaan Sultan, kabel-kabel menjuntai di ruas jalan menuju kawasan Blok M. Ada kabel berukuran besar melintang hanya satu jengkal di atas kepala manusia dengan tinggi badan 156 cm.
Berlanjut ke halaman berikutnya.
Seorang laki-laki paruh baya, Bory masih mengingat kejadian yang menimpa Sultan. Dia menjadi saksi mata sekaligus orang pertama yang menolong Sultan kala itu.
Bory mengatakan kabel yang menjerat leher Sultan mulanya tertarik mobil kontainer yang sedang melaju di Jalan Pangeran Antasari. Sultan mengendarai motor dengan kecepatan tinggi. Dia tak menyadari ada kabel tertarik di mobil depan. Lehernya pun terjepret.
Sultan terseret dan jatuh di dekat pembatas jalan. Sementara sepeda motornya terlempar ke selokan.
"Jatuhnya parah klepek-klepek. Saya juga ngeliatnya enggak tega. Klokor-klokor gitu. Emang, namanya malem ada kabel enggak kelihatan," katanya.
Bory bergegas memberikan pertolongan kepada Sultan yang kesakitan karena susah bernapas dan seketika tak bisa berbicara. Ia menghentikan sebuah mobil dan meminta sopir membawa Sultan ke rumah sakit.
Kabel yang menjuntai itu kemudian dirapikan Bory dengan tiang darurat. Beberapa orang menghubungi pihak perusahaan pemilik kabel yakni Bali Tower. Namun, kata Bory, petugas Bali Tower baru tiba sekitar pukul 01.00 WIB.
Pemilik kabel berkilah
Sementara itu, kuasa hukum PT Bali Towerindo (Bali Tower) Tbk Maqdir Ismail menyebut peristiwa yang dialami Sultan bukan karena kelalaian pihaknya, tapi kecelakaan tunggal.
Ia mengklaim Bali Tower telah melakukan pemeliharaan secara berkala terhadap kabel-kabel tersebut. Menurutnya, pada September 2017 hingga Desember 2022, tim pemeliharaan sudah memberikan laporan tiang dan kabel berada di posisi normal dengan ketinggian kurang lebih 5,5 meter.
Ia mengatakan pihak Bali Tower baru mengetahui peristiwa yang menimpa Sultan setelah ada laporan dari pelanggan yang mengeluhkan internet mati karena tiang dan kabel fiber optik rusak.
"Setelah dicek, pada 6 Januari 2023 sekitar pukul 00.36 WIB, memang terlihat tiang di lokasi yang sudah melengkung dan kabel yang sudah terputus," kata dia.
Warga lainnya, Hedi mengaku terganggu dengan semrawutnya kabel di depan pondoknya. Ia pun mengikat kabel-kabel itu dengan tali rafia di batang pohon maupun besi.
"Saya ikatin ke besi kalau enggak ya udah ke tanah semua. Ganggu orang jalan, saya ikat pake rafia aja yang penting enggak nyampe tanah aja," ucapnya.
[Gambas:Photo CNN]
Pemprov DKI prihatin
Kabel-kabel semrawut sangat banyak ditemui di Jakarta. Baik kabel menjuntai ke aspal, gulungan yang berserakan di trotoar, hingga kabel yang keluar dari bawah tanah.
Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono mengaku telah mendengar peristiwa yang dialami Vadim. Ia merasa prihatin dan menyampaikan belasungkawa.
Heru berujar Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Asisten Pembangunan (Asbang) telah memanggil sejumlah provider kabel fiber optik pada Jumat (4/8). Pertemuan itu membahas ihwal kesemrawutan kabel yang berujung pada hilangnya nyawa seseorang.
"Asbang dengan jajarannya mengundang semua pemilik kabel untuk supaya agar dirapikan," kata Heru di Gedung DPRD DKI Jakarta, Jumat (4/8).
Heru memberi peringatan kepada para provider terkait kesemrawutan kabel agar mereka ikut bertanggung jawab dalam membangun Jakarta.
Dia pernah memperingatkan pihak Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (Apjatel). Heru meminta penataan kabel sesuai standard operating procedure (SOP) sebagai penyelenggara Sarana Jaringan Utilitas Terpadu (SJUT) di Ibu Kota.
Menurutnya, ada sejumlah perusahaan yang keberatan dengan biaya aturan SJUT. Ia pun meminta agar para provider mendiskusikan perihal nilai tersebut dengan Apjatel.
"Ya, secara bertahap kan, tadi saya sudah panggil Plt. Bina Marga terus sama-sama membuka kabel itu. Ya, kan ada keberatan masalah nilai, itu diomongin lagi dengan Apjatel, supaya semuanya enaklah bangun Jakarta," ucapnya.
Bersambung ke halaman berikutnya.
Pada 9 Agustus 1999, Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso menandatangani Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Jaringan Utilitas. Utilitas yang dimaksud adalah fasilitas yang menyangkut kepentingan umum, antara lain listrik dan telekomunikasi. Aturan itu memuat larangan pemasangan kabel udara di wilayah Jakarta.
Meski sudah 24 tahun peraturan itu dibuat, masih banyak pemilik utilitas yang memasang kabel udara atau di atas permukaan tanah. Padahal pemasangan itu tidak sesuai amanat perda.
Selain Apjatel, beberapa pemilik utilitas udara lainnya yaitu Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), PLN, Telkom, Kemenhan, dan Korlantas.
Pada 2019, Pemprov DKI pernah berseteru dengan Apjatel. Hal ini terkait pemutusan kabel fiber optik di udara milik anggota Apjatel oleh Pemprov DKI. Apjatel menilai masih adanya pemasangan kabel udara di Jakarta karena Pemprov DKI tidak menyediakan sarana utilitas terpadu.
Pengamat Tata Kota Universitas Trisakti Nirwono Yoga menjelaskan Perda Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Jaringan Utilitas sebenarnya masih memperbolehkan pemasangan kabel di udara dengan pengawasan dari Pemda DKI.
"Seluruh kabel yang dipasang atas izin dari Dinas Bina Marga sehingga pihak Pemda harus bertanggung jawab melakukan pengawasan dan penindakan dan sanksi tegas bahkan pemutusan/pemotongan kabel," katanya.
Dalam perda itu disebutkan penempatan jaringan utilitas di atas tanah dapat diperkenankan pada jalan layang, jembatan layang, jalan lintas atas, dan jalan lintas bawah (underpass). Di luar itu, penempatan harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh gubernur.
 Kabel semrawut di kawasan Pulo Gadung, Jakarta. (CNN Indonesia/Safir Makki) |
Pelanggaran atas aturan itu diancam pidana kurungan 6 bulan atau denda Rp5 juta. Ada pula sanksi administrasi berupa penghentian atau penyegelan pekerjaan, pembongkaran, hingga pencabutan izin penempatan jaringan utilitas.
20 tahun kemudian terbit Peraturan Gubernur Nomor 106 Tahun 2019 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Infrastruktur Jaringan Utilitas. Pergub itu menegaskan penyediaan Sarana Jaringan Utilitas Terpadu (SJUT) wajib ditempatkan di bawah tanah.
"Pergub 106/2019 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Infrastruktur Jaringan Utilitas juga hanya mendorong pemindahan kabel ke bawah (tanah), belum bisa memaksa atau menindak tegas," kata Nirwono.
 Insert Grafis Aturan Penempatan Kabel di Jakarta. (CNN Indonesia/Asfahan) |
Raperda SJUT terbentur retribusi
Saat ini Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD DKI Jakarta masih menyiapkan rancangan peraturan daerah tentang jaringan utilitas bawah tanah terintegrasi. Bapemperda tengah mendalami kembali usulan perubahan Perda Nomor 8 Tahun 1999 tentang Jaringan Utilitas.
"Draf raperda tentang SJUT sudah disiapkan sejak 2019 dan sampai sekarang masih dibahas, terakhir saya ikut rapatnya Maret 2023 sebelum Kadis BM (Bina Marga) diganti," kata Nirwono.
Secara teknis semua sudah setuju baik DPRD dan pemilik utilitas untuk dipindahkan ke bawah tanah agar estetika kota terwujud.
Pembahasan terakhir fokus di pengenaan retribusi daerah yang selama ini tidak pernah dikenakan kepada pemilik kabel utilitas. Selama ini mereka hanya membayar biaya izin pemasangan saja.
Pasal 4 poin D Perubahan Perda Nomor 8 Tahun 1999 tentang Jaringan Utilitas, operator pengguna SJUT akan diwajibkan membayar retribusi kepada Pemprov DKI Jakarta. Perda tersebut diperkuat Pergub DKI Nomor 106 Tahun 2019.
Berdasarkan Instruksi Gubernur Nomor 69 Tahun 2020, Jakpro diperintahkan melaksanakan pembuatan SJUT. Namun Jakpro menyerahkan pembangunan SJUT ke Jakarta Infrastruktur Propertindo (JIP), anak usaha Jakpro.
Saat ini sekitar 80 operator internet beroperasi di Jakarta. Mereka masih menempatkan kabelnya di tiang. Tarif biaya sewa SJUT masih dibahas terpisah antara pemilik kabel dan pihak pemerintah agar diatur dalam peraturan yang jelas dan baku.
Hingga kini belum ada titik temu antara Jakpro dengan operator penyelenggara jaringan telekomunikasi yang diwakili Apjatel.
Pembahasan terkait ini berkutat pada berapa biaya restribusi per kilometernya, flat atau naik progresif setiap dua tahun misalnya, seperti biaya jalan tol, sistem pembayaran ke lembaga pengelola. Retribusi SJUT akan diatur dalam pergub ke depannya.
"Semoga raperda dapat segera disahkan sehingga ada payung hukum kuat untuk mewajibkan seluruh pemilik kabel utilitas memindahkan ke bawah tanah/trotoar," ujarnya.
[Gambas:Photo CNN]
Dia mengatakan kasus terjeratnya leher warga oleh kabel fiber optik harus menjadi momentum Pemprov DKI Jakarta untuk mempercepat pemindahan seluruh sarana jaringan utilitas terpadu ke bawah tanah.
Menurutnya, pelaksanaan pemindahan jaringan utilitas ke bawah tanah bisa bersamaan dengan kegiatan revitalisasi trotoar yang tengah dilaksanakan Dinas Bina Marga DKI, dengan target pada 2030 seluruh SJUT sudah dipindah ke bawah tanah/trotoar.
Selain itu, kata Nirwono, Pemprov DKI harus berani bertanggung jawab atas keamanan dan keselamatan warganya terkait keberadaan SJUT di wilayahnya. Dia berharap Pemda tidak lepas tangan dengan menyalahkan perusahaan kontraktor kabel utilitas tersebut.
"Pemda DKI harus ikut bertanggung jawab sekaligus memberi sanksi tegas kepada perusahaan kontraktor utilitas/kabel serat optik tersebut dan juga bisa pemilik/perusahaan pemberi tugas kepada kontraktor tersebut karena lalai tidak mengawasi pekerjaannya dengan baik," katanya.