Mengacu pada UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, syarat bagi partai politik untuk mendaftarkan capres-cawapres adalah memiliki 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional.
Jika kursi DPR Demokrat, PKS dan PPP digabung, jumlahnya sudah melebihi syarat tersebut. Partai Demokrat memiliki 54 kursi, PKS 50, sementara PPP 19. Jika ditotal menjadi 123 kursi DPR.
Asrinaldi menyebut koalisi poros baru itu bisa saja mengusung Sandiaga dan AHY. Namun, banyak tantangan yang harus dihadapi, termasuk elektabilitas keduanya yang masih rendah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini memang menarik, terutama untuk generasi milenial dan Gen Z. Tapi tentu tidak mudah bagi mereka untuk menaikan elektabilitas mereka yang selama ini masih jauh di bawah capres yang ada hari ini," ujarnya.
"Nama AHY kurang menjual," imbuhnya.
Menurut Asrinaldi, banyak hal yang mereka harus kerjakan. Selain itu, perlu energi dan biaya yang besar menjelang pemilu untuk menaikan elektabilitas mereka.
Ia mengatakan dengan sisa waktu yang tak banyak, ini bukan pekerjaan mudah. Dia menyebut koalisi harus berhitung soal peluang menang.
"Kalau untuk sekadar berpasangan bisa saja, tapi untuk maju kontestasi harus berhitung dengan peluang menang. Jadi bukan coba-coba saja apalagi jadi penggembira. Biaya Pilpres ini tidak sedikit untuk pasangan yang maju," ucap dia.
Senada, Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno menilai poros baru itu masih memungkinkan untuk diwujudkan. Namun, bergantung pada kemauan elite ketiga partai tersebut.
"Saya kira koalisi baru ini sangat mungkin terwujud, sangat tergantung elit Demokrat, PKS dan PPP. Kalau sudah ketiga elit ini bersepakat berkongsi, bikin poros baru. Saya kira akan terwujud, kuncinya di elit elit itu ber tiga," kata Adi kepada CNNIndonesia.com, Kamis.
Dari ketiga partai tersebut, Sandiaga memang bisa dipasangkan dengan AHY. Dia menilai keduanya bisa saling melengkapi.
"Duet anak muda, cukup populer, dan saat ini punya bekal politik yang cukup luar biasa," ucap dia.
Dia menjelaskan Sandi adalah menteri yang sering punya konten viral dan penetrasi politiknya punya jangkauan cukup luas. Sementata AHY juga merupakan sosok muda yang sudah memimpin Partai Demokrat.
"Sandi dari barisan kelompok pemerintah, selama AHY dari kelompok kelompok anti pemerintah. Klop ini barang," ujarnya.
Adi menyadari bahwa elektabilitas Sandi dan AHY jauh lebih rendah jika dibandingkan dua nama capres lainnya yang sudah muncul, yakni Ganjar Pranowo dan Prabowo.
Namun, kedua partai itu akan mendapat efek ekor jas (cattail effect) untuk pemilihan legislatif (pileg), meskipun kalah di Pilpres 2024.
"Jadi sekalipun putaran pertama duet sandi AHY kalah, tapi minimal Demokrat dan PPP membikin suara pilegnya signifikan," katanya.
(yla/tsa)