Mahasiswa UI Dukung Skripsi Tak Lagi Wajib: Ganti Menteri Berubah Lagi
Para mahasiswa menyambut baik peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim yang tidak lagi mewajibkan mahasiswa jenjang sarjana (S1) dan sarjana terapan (D4) menyusun skripsi sebagai syarat kelulusan.
Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (UI), Keanu Sukawinata mengatakan kebijakan tugas akhir yang berupa proyek bisa membantu para mahasiswa mempersiapkan diri untuk terjun ke dunia nyata setelah lulus studi.
"Ini memberikan suatu kebebasan yang sangat baik untuk mahasiswa karena di luar negeri pun juga kita lihat enggak selalu semuanya itu harus berdasarkan tesis atau skripsi banyak cara-cara lain seperti bikin jurnal, proyek akhir atau bahkan dengan magang," kata Keanu kepada CNNIndonesia.com di Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Rabu (30/8).
Meski begitu, kata dia, Kemendikbudristek perlu mengkaji aturan tersebut. Mengingat, periode Kabinet Indonesia Maju akan habis pada 2024 mendatang. Dengan demikian, jabatan Mendikbud tak lagi disandang Nadiem.
"Kebijakan itu menurut saya cukup baik hanya mungkin harus dikondisikan lagi karena kalau ada perubahan kemudian ganti menteri lagi akan ada perubahan lagi itu akan meribetkan kepala program studi (kaprodi). Harus digodok dengan serius dan cepat karena waktu pun kita sedang kejar-kejaran," ujarnya.
Sementara itu, mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UI, Dimas Kurniawan menilai keputusan Nadiem tersebut mengubah sistem pendidikan Indonesia secara drastis karena para mahasiswa sudah terbiasa menyusun skripsi.
Menurutnya, tidak diwajibkannya mahasiswa menyusun skripsi untuk mengakhiri masa studi merupakan terobosan yang sangat baik.
"Satu hal positif yang diberikan Menteri Nadiem ini bahwa prodinya bisa bebas menentukan apa prototipe dari tugasnya tadi. Bisa saja sebuah project, diskusi yang ditulis jurnal, bukan hanya tesis. Itu menurut saya sangat baik sekali," ucap Dimas.
Dimas mengatakan tugas akhir mahasiswa berupa prototipe atau proyek akan menjadi wadah mahasiswa dalam berkreatifitas, tidak hanya sebatas menulis skripsi.
"Mahasiswa juga bisa berkreatifitas lebih luas lagi jadi expanded knowledge di situ. Yang misalnya enggak suka banyak menulis kita bisa menggunakan skill komunikasi kita lebih banyak skalanya daripada menulis," katanya.
Di sisi lain, Dimas menyoroti hal negatif terkait implementasi kebijakan tersebut. Kebijakan itu bisa saja diubah oleh Mendikbud pengganti Nadiem pada 2024 mendatang.
"Kalau Mendikbudnya politis pasti tidak akan setuju dengan hal demikian. Kalau Mendikbudnya senior pasti lebih ke yang klasik cara untuk tesis segala macem," ujarnya.
Oleh karena itu, ia meminta agar Kemendikbudristek mengkaji kebijakan baru tersebut dan meminta masukan dari berbagai institusi pendidikan hingga mahasiswa.
"Menurut saya sisi negatifnya masih banyak dari hal tersebut, jadi perlu dikaji lebih luas dan dimintai pendapat dari universitas-universitas berbeda, terutama mahasiswa dan dosen. Karena menurut saya tesis masih sangat penting juga," tutur Dimas.
Sebelumnya, Mendikbudristek Nadiem Makarim tidak lagi mewajibkan mahasiswa jenjang sarjana (S1) dan sarjana terapan (D4) menyusun skripsi sebagai syarat kelulusan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjamin Mutu Pendidikan Tinggi, tugas akhir mahasiswa bisa berupa skripsi, prototipe, proyek, atau bentuk tugas akhir lainnya yang sejenis baik secara individu maupun berkelompok.
Nadiem mengatakan keputusan soal pilihan tugas akhir ada di tangan Kaprodi masing-masing perguruan tinggi. Menurut dia, terdapat berbagai cara untuk mengukur kompetensi lulusan, terutama untuk mahasiswa vokasi.
Lihat Juga : |