Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati memastikan tidak ada alat pendeteksi gempa yang rusak.
Hal itu Dwikorita sampaikan menjawab pertanyaan terkait perubahan informasi gempa pada Selasa (29/8) lalu.
Awalnya BMKG mengumumkan gempa dengan magnitudo 7,4 mengguncang Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan pada Selasa (29/8) dini hari. Selang beberapa jam, BMKG meralat bahwa gempa berpusat di Lombok, Nusa Tenggara Barat dengan kekuatan magnitudo 7,1.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bukan karena kerusakan alat," kata Dwikorita kepada CNNIndonesia.com, Kamis (31/8).
Dwikorita menjelaskan alasan pihaknya meralat informasi gempa itu. Ia mengatakan hal tersebut berkaitan dengan standar operasional prosedur (SOP) yang telah ditetapkan.
Berdasarkan SOP, kata Dwikorita, informasi gempa harus disampaikan maksimal tiga menit setelah getaran terdeteksi. Sehingga, waktu pengumpulan data hanya berlangsung dua menit, sebelum informasi gempa itu kemudian diumumkan.
Menurutnya, data yang dihimpun dalam waktu singkat kerap belum final. Meski demikian, BMKG akan tetap menginformasikan data yang telah mutakhir.
"Aspek kecepatan diutamakan," ujarnya.
Dwikorita mengatakan SOP itu sama dengan yang diterapkan di Jepang. Ia mengatakan kecepatan informasi dibutuhkan agar tindakan cepat bisa dilakukan.
Ia mengungkapkan salah satu contoh kejadian gempa Tohuku, Jepang pada 2011 silam. Awalnya, Japan Metrorological Agency dalam waktu 3 menit setelah gempa, mengumumkan ke publik bahwa magnitudo gempanya 7,9 dengan ketinggian tsunami diprediksi sekitar 6 meter.
Namun, kemudian dimutakhirkan 2 kali menjadi M 8,9. Akhirnya setelah 30 menit magnitudo berubah menjadi 9 dengan ketinggian tsunami di atas 10 meter.
"Bayangkan, seandainya kasus di Jepang tersebut peringatan dini yang disampaikan ke masyarakat harus menunggu data stabil dan informasi akurat. Masih membutuhkan waktu 30 menit. Masyarakat harus menunggu 30 menit, padahal faktanya saat itu tsunami sudah datang pada menit ke 10," jelasnya.
"Itulah sebanya kenapa SOP memaksa agar info gempa dan tsunami harus disampaikan dalam waktu 3 menit, meskipun data belum lengkap dan perhitungan belum stabil (belum akurat), agar masyarakat bisa segera menyelamatkan diri," imbuhnya.
(yla/fra)