Asrinaldi mengatakan duet Prabowo-Ganjar merupakan keinginan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sejak beberapa waktu lalu.
Ia berpendapat Jokowi menginginkan Prabowo untuk mengisi posisi cawapres sebagaimana perintah PDIP. Sebab, PDIP memiliki perolehan suara yang lebih banyak ketimbang Partai Gerindra.
Namun, kata dia, Prabowo tak akan rela begitu saja menjadi cawapres Ganjar. Sebaliknya, PDIP juga tak mau Ganjar menjadi cawapres Prabowo.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau melihat kontestasi ini dia bisa bergabung dealnya ya Prabowo presiden, Ganjar wakil. Saya pikir enggak akan mau PDIP. Prabowo juga enggak mau jadi wapresnya Ganjar," ujarnya.
Menurutnya, mesti ada pakta integritas yang ditandatangani PDIP-Partai Gerindra jika wacana duet Prabowo-Ganjar nantinya terealisasi.
"Karena posisinya sama-sama kuat. Kalau capresnya juniornya Prabowo, seperti Ganjar itu tidak akan mau kecuali posisi Gerindra itu jauh suaranya. Suara Gerindra signifikan, sedikit beda dengan PDI. Pendukung Gerindra juga real. Kalau seandainya dia mau jadi cawapres ya barangkali ada kesepakatan-kesepakatan yang didapatkan," kata Asrinaldi.
Asrinaldi berpendapat tujuan Jokowi ingin memasangkan Prabowo-Ganjar di Pilpres mendatang karena ingin keduanya melanjutkan pembangunan yang telah berjalan.
Ia menyebut Jokowi khawatir dengan narasi perubahan yang diusung oleh Anies-Cak Imin.
"Tentu akan melanjutkan pembangunan yang sudah dicapai oleh Pak Jokowi. Visi beliau ini. Sebab ketakutan beliau ini kan dengan tagline perubahan untuk persatuan ini seakan-akan perubahan yang dibuat oleh pasangan AMIN ini akan mengubah semuanya dari 0 lagi," ujarnya.
Analis Politik dan Direktur Eksekutif Aljabar Strategic Arifki Chaniago juga menyebut duet Prabowo-Ganjar di Pilpres 2024 merupakan ambisi Jokowi. Dengan Prabowo dan Ganjar bergabung menjadi satu, maka Jokowi tak lagi perlu memilih untuk memberikan dukungannya kepada Prabowo atau Ganjar.
"Kalau misal duet Ganjar-Prabowo terjadi tentu akan jadi kekuatan politik yang cukup besar. Tentu kekuatan politik ini juga akan memberikan keleluasaan bagi Jokowi untuk melihat daya tawar politik ke depan ketika Prabowo-Ganjar berkoalisi," kata Arifki.
Arifki berpandangan proses penentuan capres dan cawapres bagi Prabowo-Ganjar pun akan menempuh jalan yang rumit. PDIP akan bersikukuh agar Ganjar menjadi Capres, sementara Prabowo mengisi posisi cawapres.
Padahal, jika ditilik berdasarkan pengalaman keduanya, Arifki menyebut mestinya yang menjadi cawapres adalah Ganjar.
"Daya tawar politik ini yang juga akan menyulitkan bagi masing-masing partai untuk membangun koalisi. Baik antara PDIP maupun Gerindra," tandasnya.
Ia menilai sulit bagi Prabowo dan Ganjar untuk bergabung menjadi pasangan capres-cawapres di Pilpres 2024.
Hal itu lantaran keduanya telah dideklarasikan sebagai capres oleh masing-masing partai pengusungnya. Ia menyebut duet Prabowo dan Ganjar hanya isapan jempol belaka.
"Saya kira itu hanya ilusi. Soalnya survei yang tinggi antara Prabowo dan Ganjar. Kecuali survei Anies juga tinggi itu memungkinkan saja. Saya kira Anies belum menjadi ancaman. Maka sulit mereka berkoalisi," ujarnya.
Namun, kata dia, jika duet Prabowo-Ganjar terjadi, maka pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar akan kesulitan untuk melawan mereka. Sebab, baik Prabowo maupun Ganjar akan di endorse oleh Presiden Jokowi.
(isn/lna/isn)