Koalisi Sipil Dukung Kejagung Usut Tuntas Skandal Korupsi Dana Sawit

CNN Indonesia
Selasa, 26 Sep 2023 14:12 WIB
Koalisi Transisi Bersih mengapresiasi langkah kejagung mengusut dugan korupsi dana sawit yang kini sudah masuk tahap penyidikan.
Ilustrasi. Foto aerial salah satu perkebunan sawit di Indonesia. (Antara Foto/Wahdi Septiawan)
Jakarta, CNN Indonesia --

Sejumlah organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi Transisi Bersih mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) mengusut tuntas dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan dana sawit di Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) periode 2015 - 2022.

Pasalnya, sejauh ini penyidik belum menetapkan tersangka dalam kasus ini. Padahal, perkara ini sudah ditingkatkan ke tahap penyidikan sejak 7 September lalu.

"Penyidik belum menetapkan tersangka dalam kasus ini," kata Koalisi Transisi Bersih dalam keterangan tertulisnya, Selasa (26/9).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di sisi lain, Koalisi Transisi Bersih mengapresiasi langkah Kejagung dalam pengusutan kasus ini. Kejagung sejauh ini sudah memanggil 23 saksi untuk diperiksa, beberapa di antaranya adalah sejumlah petinggi perusahaan sawit.

Namun, koalisi meminta penanganan dugaan penyelewengan dana sawit terkait insentif biodiesel dan perbuatan melawan hukum dalam penentuan harga indeks pasar (HIP) biodiesel dibuka secara transparan ke publik.

"Hal ini mengingat dalam pemberian subsidi biodiesel selama ini hanya menguntungkan segelintir korporasi besar industri sawit dan merugikan petani sawit di Indonesia," ujarnya.

Koalisi transisi bersih itu terdiri atas sejumlah organisasi sipil yakni Walhi, Greenpeace Indonesia, Satya Bumi, Sawit Watch, dan Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS).

Koalisi menyebut sejak 2015 hingga 2023 penggunaan dana perkebunan sawit yang dikelola BPDPKS menunjukkan alokasi yang timpang dan sarat akan indikasi korupsi.

Mereka mengatakan demikian merujuk pada data kajian Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS 2023) yang menunjukkan penggunaan dana perkebunan sawit untuk kepentingan subsidi biodiesel berkontribusi sangat kecil dalam meningkatkan pertumbuhan output untuk semua sektor ekonomi yaitu sebesar 1,20 persen. Di satu sisi, jumlah itu lebih kecil dibandingkan penggunaan dana tersebut untuk pengembangan perkebunan sawit yaitu sebesar 1,32 persen untuk semua sektor ekonomi.

Menurut koalisi, jika dana itu sejak awal dipergunakan untuk program-program sesuai amanat UU perkebunan, maka secara signifikan akan berkontribusi pada pertumbuhan output sektor perkebunan sawit yaitu tumbuh mencapai 32,31 persen.

"Sedangkan penggunaan dana untuk subsidi biodiesel hanya mampu meningkatkan pertumbuhan output sektor perkebunan sawit sebesar 3,2 persen," ucap dia.

Evaluasi BPDPKS, diduga timpang salurkan dana

Direktur Sawit Watch, Achmad Surambo mengatakan alokasi dana sawit untuk subsidi biodiesel sudah dilakukan sejak program B20 hingga B35 dan subsidi ini telah memberikan keuntungan besar bagi 10 grup perusahaan sawit. Oleh karena itu, pihaknya mendesak evaluasi BPDPKS karena ada dugaan timpang dalam penyaluran dana.

Ia memaparkan penerima subsidi selama periode 2019-2021 beberapa di antaranya Wilmar sebesar Rp22,56 triliun, Musim Mas Rp11,34 triliun, Royal Golden Eagle Rp6,41 triliun, Sinar Mas Rp5,53 triliun, Permata Hijau Rp5,52 triliun, Darmex Agro Rp5,4 triliun, Louis Dreyfus Rp2,9 triliun, Sungai Budi Rp2,56 triliun, Best Industry Rp2 triliun, dan First Resources Rp1,9 triliun", tegas
Surambo.

Achmad Surambo menyebut total pungutan ekspor CPO pada periode 2019-2021 mencapai angka Rp70,99 triliun. Dalam periode tersebut (2019-2021) dana subsidi yang disalurkan kepada grup perusahaan sawit yang terintegrasi dengan Badan Usaha - Bahan Bakar Nabati (BU-BBN) jenis biodiesel sebesar Rp68 triliun.

Hal yang lebih ironis, kata Surambo, surplus yang diterima perusahaan sawit besar tidak sebanding dengan alokasi dana sawit untuk kebutuhan dasar petani sawit.

Dalam periode 2015-2019, realisasi untuk program peremajaan sawit rakyat atau PSR hanya sebesar Rp2,7 triliun, pengembangan SDM sebesar Rp 140,6 miliar, dan pengadaan sarana- prasarana sebesar Rp1,73 miliar.

"Jika ketiganya digabungkan, totalnya bahkan tidak mencapai 10 persen dari total dana Rp47,28 triliun yang dihimpun BPDPKS dalam periode tersebut," ucap Achmad.

Direktur Eksekutif Satya Bumi Andi Muttaqien menilai dalam perkara ini, penyidik mesti mendalami tujuan dibentuknya lembaga BPDPKS dengan realita yang terjadi dalam kurun waktu 2015-2022.

"Dana BPDPKS harus dikembalikan sesuai khittah-nya yaitu pembiayaan lebih banyak ke hulu untuk peremajaan, pelatihan dan pengembangan SDM, penelitian dan pengembangan yang membuat produktivitas petani naik," ujar Andi.

Sebagai informasi, dalam perkara ini, Kejagung sudah memulai pengusutan dugaan korupsi di BPDPKS periode 2015-2022. Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana mengatakan kasus tersebut naik penyidikan sejak Kamis (7/9).

Dalam kasus tersebut, Ketut mengaku penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus telah menggeledah sejumlah lokasi terkait. Selain itu, ia menyebut puluhan saksi telah diperiksa di kasus tersebut.

Tiga saksi yang diperiksa di antaranya ada dua orang dari tim evaluasi pengadaan Bahan Bakar Nabati (BBN) tahun 2015 dan pihak swasta berinisial J selaku Pengurus Indonesian National Shipowners Association atau INSA.

"EW dan EH selaku Tim Evaluasi Pengadaan BBN Tahun 2015 (Mantan Operation Supply Chain Manager PT Pertamina)," ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (20/9).

Dalam kasus ini, Ketut mengatakan tim penyidik dari Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus menduga ada perbuatan melawan hukum soal penentuan Harga Indeks Pasar (HIP) Biodiesel yang menyebabkan menimbulkan kerugian keuangan negara.

(yla/kid)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER