Kelompok 'golongan putih' alias golput lahir jelang pesta demokrasi pertama di era Orde Baru pada tahun 1971. Saat itu, sebagian aktivis muda menganggap Orba mematikan kekuatan-kekuatan politik baru, sehingga pemilu yang digelar tak demokratis.
Sejumlah parpol dibubarkan, seperti Partai Komunis Indonesia (PKI), Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), dan Partai Sosialis Indonesia (PSI). Sementara muncul Partai Muslimin Indonesia (Parmusi) dan Golongan Karya (Golkar) untuk pertama kalinya sebagai peserta pemilu.
Arief Budiman adalah salah satu tokoh yang memotori istilah golput. Ia menyuarakan istilah ini bersama kawan-kawan aktivis lainnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat Juga :SELUSUR POLITIK Riwayat 'Hantu' Golput dan Ancaman di Pemilu 2024 |
Mereka menyebarkan pamflet dengan narasi 'tidak memilih hak saudara', 'tolak paksaan dari manapun', hingga 'golongan putih penonton yang baik'.
Secara konteks, golput merupakan aksi secara sadar tidak menggunakan hak pilih dalam pemilu sebagai bentuk perlawanan terhadap pemerintah Orba.
Hingga di era reformasi, istilah golput masih melekat di masyarakat. Namun, dalam perkembangannya, definisi golput menjadi lebih lentur.
Ada yang golput karena masalah teknis, seperti tak bisa datang ke tempat pemungutan suara (TPS) atau alasan-alasan apolitis lainnya. Lalu, ada juga yang memilih golput memang karena pandangan politiknya, menilai tak ada kandidat yang pantas diberikan mandat.
Berikut ini penelusuran CNNIndonesia.com tentang jumlah golput dari masa ke masa.