Dua Gajah Kawal Grebeg Maulud Keraton Yogya Peringati Maulid Nabi

CNN Indonesia
Kamis, 28 Sep 2023 13:42 WIB
Keraton Yogyakarta menggelar tradisi Grebeg Maulud sebagai salah satu rangkaian Hajad Dalem Sekaten Jimawal 1957 memperingati Hari Kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Dua gajah kawal Gunungan Grebeg Maulud Keraton Yogya Peringati Maulid Nabi. (CNN Indonesia/Tunggul)
Yogyakarta, CNN Indonesia --

Keraton Yogyakarta menggelar tradisi Grebeg Maulud sebagai salah satu rangkaian Hajad Dalem Sekaten Jimawal 1957 memperingati Hari Kelahiran Nabi Muhammad SAW, Kamis (28/9).

Berdasarkan pantauan, masyarakat terlihat berduyun-duyun memenuhi sejumlah titik acara sejak pagi. Mereka terlihat memenuhi trotoar hingga badan jalan demi melihat serta mengabadikan momen iring-iringan bregada dan gunungan di tengah teriknya matahari.

Penghageng II KHP Widya Budaya KRT Rintaiswara menjelaskan, pelaksanaan Grebeg Maulud tahun ini dilakukan dengan iring-iringan bregada prajurit dan tujuh gunungan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ketujuh gunungan yang dibagikan dalam prosesi kali ini meliputi terdiri dari lima jenis. Antara lain Gunungan Kakung, Gunungan Estri/Wadon, Gunungan Gepak, Gunungan Dharat, dan Gunungan Pawuhan.

"Gunungan tersebut akan dikeluarkan secara berurutan dari Keraton sesuai dengan urutan tadi," kata Kanjeng Rinta, sapaan akrab KRT Rintaiswara belum lama ini.

Tiga Gunungan Kakung peruntukannya masing-masing untuk Masjid Gedhe, Pura Pakualaman, dan Kepatihan. Sementara sisanya masing-masing berjumlah satu buah dan ikut dirayah di Masjid Gedhe, bersama dengan satu Gunungan Kakung.

Ia melanjutkan, gunungan dibawa dari Bangsal Pancaniti, Kamandungan Lor oleh Abdi Dalem Kanca Abang melalui Regol Brajanala-Sitihinggil Lor-Pagelaran lewat barat Pagelaran menuju Masjid Gedhe.

"Di Masjid Gedhe, setelah didoakan, akan ada dua buah gunungan yang dibawa menuju Pura Pakualaman dan Kompleks Kepatihan," kata Kanjeng Rinta.

Sementara itu terdapat sepuluh Bregada Prajurit Keraton yang mengawal gunungan. Mereka adalah Wirabraja, Dhaeng, Patangpuluh, Jagakarya, Prawiratama, Ketanggung, Mantrijero, Nyutra, Bugis, dan Surakarsa.

Bregada Bugis mengawal gunungan hingga Kepatihan. Sementara gunungan untuk Pura Pakualaman akan dikawal oleh Prajurit Pura Pakualaman yakni Dragunder dan Plangkir.

Sejatinya, jelas Kanjeng Rinta, garebeg atau grebeg itu sendiri merupakan salah satu upacara yang hingga saat ini rutin dilaksanakan oleh Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat. Kata Garebeg, berasal dari Bahasa Jawa berarti berjalan bersama-sama di belakang Ngarsa Dalem atau orang yang dipandang seperti Ngarsa Dalem.

"Sayuran serta palawija yang menjadi bahan dalam Gunungan melambangkan bahwa sejatinya kita adalah masyarakat agraris," terangnya.

Larang drone-payung demi gajah dan kuda

Sejak dimulainya rangkaian peringatan Hari Kelahiran Nabi Muhammad SAW, diberlakukan no fly zone di kawasan Keraton Yogyakarta. Artinya, masyarakat dilarang untuk menerbangkan drone dan sejenisnya 0-150 meter dari permukaan tanah (0-492 feet AGL). Larangan ini dikuatkan dengan diterbitkannya NOTAM oleh Airnav Indonesia.

Aturan itu diberlakukan guna mendukung kelancaran seluruh prosesi, sekaligus memberikan penghormatan terhadap jalannya Hajad Dalem dan ubarampe yang dibagikan sebagai perlambang sedekah raja. Larangan ini juga menyangkut pelibatan dua ekor gajah dalam iring-iringan gunungan.

Keraton Yogyakarta menggelar tradisi Grebeg Maulud sebagai salah satu rangkaian Hajad Dalem Sekaten Jimawal 1957 memperingati Hari Kelahiran Nabi Muhammad SAW, Kamis (28/9).Foto: CNN Indonesia/Tunggul
Keraton Yogyakarta menggelar tradisi Grebeg Maulud sebagai salah satu rangkaian Hajad Dalem Sekaten Jimawal 1957 memperingati Hari Kelahiran Nabi Muhammad SAW, Kamis (28/9).

Pengelola Data dan Informasi Kawedanan Tepas Tanda Yekti Kraton Ngayogyakarta KMT Tirtawijaya menuturkan, suara bising baling-baling drone bisa membuat gajah panik dan dikhawatirkan mengamuk ketika prosesi pengawalan gunungan Grebeg Maulud.

"Gajah itu kalau mendengar suara drone seperti kumbang, itu akan bikin gajah itu tidak nyaman. Makanya pelarangan itu yang saya dapatkan dari pawang gajahnya," kata Tirtawijaya.

Larangan lain selama prosesi ini berupa membuka payung ketika barisan bregada kuda melintas. Ini dikarenakan kuda takut dengan payung yang terkembang. Larangan ini sejatinya sudah berlangsung setiap penyelenggaraan grebeg, meski nyatanya masih saja ada warga yang menggunakan payung saat menonton prosesi grebeg hingga harus diingatkan petugas.

"Memang dari sekuriti karaton bilang jangan buka payung karena kuda sangat takut dengan lingkaran payung karena merusak konsentrasi dan ditakutkan mengamuk," tuturnya.

Pelaksanaan rangkaian Hajad Dalem Sekaten diawali sejak Kamis (21/9) atau 5 Mulud Jimawal 1957 hingga Kamis (28/9) atau 12 Mulud Jimawal 1957 (12 Rabiulawal 1445 H). Rentang waktu itulah yang dinamai dengan Sekaten dan ditandai dengan keluarnya sepasang Gamelan Sekati. Yakni, Kanjeng Kiai (KK) Gunturmadu dan KK Nagawilaga dari dalam Keraton, di mana keduanya diletakkan di Pagongan Masjid Gedhe dan akan ditabuh selama kurun waktu tersebut.

(kum/isn)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER