Berulang Tiap 4 Tahun, Sempat Ada Usaha Cegah Karhutla Tahun ini?
Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) menjadi salah satu isu lingkungan yang masih menjadi persoalan dalam dua bulan terakhir, dan kini tujuh provinsi di Indonesia menetapkan status siaga darurat.
Jika dipetakan dalam 12 tahun terakhir, karhutla melanda Indonesia empat tahun sekali, yakni pada 2015, 2019, dan yang terjadi pada tahun ini.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sendiri mengklaim pencegahan dan penanganan karhutla terus membaik.
Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim KLHK Laksmi Dewanti menyebut pihaknya bukan reaktif melakukan upaya pengendalian setelah muncul kasus kebakaran.
Laksmi menyebut KLHK sudah memiliki beberapa solusi permanen yang dilakukan terus-menerus setiap tahunnya, mengikuti siklus dan kondisi iklim di Indonesia.
"Kami tidak melakukan upaya pengendalian kebakaran hutan dan lahan hanya merespons setelah ada kebakaran lalu kemudian kami padamkan," ujar Laksmi dalam konferensi pers di Gedung KLHK, Sabtu (7/10).
"Kami sudah lakukan yang kami sebutkan sebagai solusi permanen, di mana itu dilakukan siklusnya terus-menerus setiap tahun," lanjutnya.
Laksmi mengungkapkan bahwa pencegahan itu dilakukan berdasarkan analisis cuaca dan iklim. Menurutnya, upaya yang dilakukan KLHK sudah mengacu perubahan fase dan bersifat pencegahan.
Ia kemudian menjelaskan terdapat tiga komponen utama dalam langkah antisipasi yang disebut solusi permanen itu. Langkah pertama yakni analisis iklim berkelanjutan dengan mengacu data dari BMKG hingga data ASEAN Specialised Metrology Center (ASMC).
Langkah kedua berkaitan dengan operasional di lapangan.
Laksmi menjelaskan KLHK bersama pihak berwenang yang terkait gencar melakukan patroli di 34 daerah operasi untuk memantau titik panas alias hotspot yang rawan karhutla.
Sementara itu, langkah ketiga yang diterapkan berkaitan dengan pengelolaan lanskap lahan di berbagai wilayah RI. Ia menjelaskan KLHK melakukan sosialisasi dan implementasi untuk mengelola lahan supaya aman dari potensi karhutla.
"Sosialisasi dan implementasi pembukaan lahan tanpa bakar. Kemudian, manajemen lanskap lainnya termasuk menjaga tinggi muka air lahan gambut. Itu dilakukan terus-menerus," ujar Laksmi.
Dirjen Penegakan Hukum Rasio Ridho Sani menambahkan bahwa sejumlah langkah itu telah membuahkan hasil. Ia menjelaskan tren luas lahan yang terdampak karhutla dalam tiga periode terakhir selalu menurun.
Pada karhutla 2015, lahan yang terbakar mencapai 2,6 juta hektare. Luas itu menurun pada 2019, yakni menjadi 1,6 juta hektare. Sedangkan, karhutla 2023 sejauh ini mencatat lahan yang terkena dampak mencapai kisaran 267 ribu hektare.
"Kami menghadapi tantangan siklus, ada semacam siklus El Nino. Namun kita bisa lihat [tren], siklus pada 2015 luas lahan yang terbakar itu 2,6 juta hektare, pada 2019 1,6 juta hektare, sekarang 267 ribu hektare," ucap Rasio.
"Artinya langkah-langkahnya sudah jelas. Terbakar iya, tapi kami bisa mengantisipasi sehingga lebih baik lagi. Jadi, kami melakukan upaya secara intensif," lanjutnya.
(frl/vws)