Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi mengumumkan identitas tersangka berikut konstruksi lengkap perkara dugaan pemerasan dan penerimaan gratifikasi di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan) RI pada jumpa pers Rabu (11/10) malam.
CNNIndonesia.com merangkum poin-poin temuan KPK terkait penanganan kasus di kementerian Syahrul Yasin Limpo (SYL) tersebut.
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengumumkan tiga orang tersangka terkait kasus dugaan pemerasan dan penerimaan gratifikasi di Kementan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mereka ialah SYL, Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono, dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Kementan Muhammad Hatta.
Namun, baru Kasdi yang ditahan KPK setelah menjalani pemeriksaan sebagai tersangka pada Rabu (11/10). SYL dan Hatta mengonfirmasi tidak bisa memenuhi panggilan karena ada agenda penting lainnya. KPK akan mengatur panggilan ulang pemeriksaan.
"Untuk itu kami ingatkan kooperatif dan segera hadir memenuhi panggilan tim penyidik KPK," kata Johanis dalam jumpa pers di Kantornya, Jakarta, Rabu (11/10) malam.
SYL selama masa kepemimpinan sebagai Menteri Pertanian disebut membuat kebijakan personal perihal pungutan atau setoran di antaranya dari ASN Kementan untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan keluarga.
SYL menugaskan Kasdi dan Hatta melakukan penarikan sejumlah uang dari unit eselon I dan II dalam bentuk penyerahan tunai, transfer rekening bank hingga pemberian dalam bentuk barang maupun jasa.
"Sumber uang yang digunakan di antaranya berasal dari realisasi anggaran Kementerian Pertanian yang sudah di-mark up termasuk permintaan uang pada para vendor yang mendapatkan proyek di Kementerian Pertanian," ungkap Johanis.
Atas arahan SYL, Kasdi dan Hatta memerintahkan bawahannya untuk mengumpulkan sejumlah uang di lingkup eselon I, para Direktur Jenderal, Kepala Badan hingga Sekretaris di masing-masing eselon I dengan nilai yang telah ditentukan SYL dengan besaran US$4.000 sampai dengan US$10.000.
KPK mengungkapkan SYL bersama Kasdi dan Hatta menerima uang sekitar Rp13,9 miliar hasil pungutan atau setoran rutin setiap bulan. Menurut KPK, SYL menggunakan uang tersebut untuk pembayaran cicilan kartu kredit dan cicilan pembelian mobil Alphard.
SYL dkk disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e dan Pasal 12 huruf B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pasal 12 huruf e UU Tipikor berbunyi: "Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar."
"Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri."
Sementara Pasal 12 huruf B UU Tipikor mengatur ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang terbukti menerima gratifikasi.
SYL menyatakan segera kembali ke Jakarta untuk menghadapi proses hukum.
Pada saat konferensi pers KPK, SYL sedang berada di Makassar, Sulawesi Selatan, untuk menjenguk ibunya yang sedang menderita sakit.
"Saya segera kembali ke Jakarta dan akan menjalani kewajiban hukum datang ke KPK," ujar SYL melalui keterangan tertulis yang dibagikan oleh pengacaranya Febri Diansyah, Rabu (11/10) malam.
SYL menyatakan menghargai kewenangan KPK yang telah mengumumkan secara resmi status hukum dirinya. Ia berkomitmen tetap kooperatif menghadapi proses hukum.
"Setelah tadi saya bertemu dan mencium tangan Ibunda, saya sungguh merasa menjadi lebih yakin akan bisa melewati semua ini dengan sebaik-baiknya," kata SYL.
SYL mengajukan Praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Permohonan tersebut teregister dengan nomor perkara: 114/Pid.Pra/2023/PN JKT.SEL. Klasifikasi perkara adalah sah atau tidaknya penetapan tersangka.
"Pemohon: Syahrul Yasin Limpo. Termohon: Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia," ujar Pejabat Humas PN Jakarta Selatan Djuyamto saat dikonfirmasi melalui pesan tertulis, Rabu (11/10).
Perkara ini akan diadili oleh hakim tunggal Alimin Ribut Sujono. Sidang pertama akan bergulir pada Senin, 30 Oktober 2023.
(ryn/isn)